Bandar Lampung (Lampost.co) — Jalan memiliki peran penting sebagai urat nadi perekonomian dan penunjang pertumbuhan wilayah. Namun, kondisi jalan di Lampung terus menghadapi tantangan, salah satunya akibat kendaraan over dimension over load (ODOL).
Kepala Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi (BMBK) Lampung, M. Taufiqullah, menjelaskan jaringan jalan di provinsi terdiri dari 1.300 km jalan nasional, 1.700 km provinsi, dan 1.000 km kabupaten.
Namun, tingkat kemantapannya belum merata. Jalan nasional berada di kisaran 94 persen, provinsi 78 persen, dan kabupaten masih di bawah 50 persen.
Berdasarkan kajian statistik, setiap tahun kerusakan jalan terus terjadi dengan rata-rata degradasi sekitar 4 persen. Angka tersebut sempat menurun di bawah 4 persen saat pandemi covid-19 karena aktivitas kendaraan berkurang. Namun, kini kembali meningkat di kisaran angka kerusakan 4 persen setiap tahunnya.
“Jika menghitung dari panjang jalan provinsi, sekitar 68 km mengalami kerusakan setiap tahun atau 4 persen. Dari sisi biaya, nilainya setara Rp680 miliar dengan asumsi perbaikan Rp10 miliar per kilometer,” ujarnya.
Ia menjelaskan, kerusakan jalan karena sejumlah faktor, seperti curah hujan tinggi, bencana alam, hingga drainase yang tidak berfungsi dengan baik ikut mempercepat kerusakan. Meski begitu, kendaraan ODOL sebagai penyebab dominan.
“Misalnya jalan lintas tengah yang baru terbangun, sudah kembali rusak karena kendaraan dari arah Palembang dengan muatan berlebih yang melaluinya. Jadi kalau lihat kerusakannya hanya di sisi kanan,” kata Taufiqullah.
Meski belum ada penelitian detail, indikasi kerusakan akibat ODOL sudah terlihat nyata. Beban kendaraan yang tidak sesuai ketentuan mempercepat degradasi struktur jalan sehingga umur teknisnya jauh lebih pendek dari perencanaan.
Kolaborasi Lintas Sektor
Untuk meningkatkan kualitas jalan provinsi meski di tengah keterbatasan anggaran, Pemprov Lampung mulai menggandeng pihak swasta melalui pola kerja sama pembangunan. Salah satunya di Way Kanan bersama PT PSMI, yang mengalokasikan dana CSR Rp3,5 miliar untuk mendukung perbaikan jalan.
“Kolaborasi ini membuat pembangunan bisa lebih efisien. Dari biaya Rp10 miliar yang biasanya hanya cukup untuk 1,3 km, bisa menjadi 2 km. Perusahaan membangun pondasi, sedangkan pemerintah menyiapkan pengaspalan dan pengawasan mutu,” ujar dia.
Ia menekankan, strategi kolaborasi harus berbarengan dengan pengendalian kendaraan ODOL di jalan raya. Tanpa langkah tegas, perbaikan jalan setiap tahun tidak akan sebanding dengan laju kerusakan.
“Kerja sama dengan swasta sudah membantu, tapi kalau ODOL tidak terkendali, umur jalan akan terus pendek. Ini harus menjadi perhatian semua pihak,” kata dia.