Bandar Lampung (Lampost.co) – Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) Provinsi Lampung mengajak semua pihak untuk berkolaborasi menggeliatkan perekonomian daerah. Pemerintah, akademisi, pengusaha, media dan lainnya sama-sama berkolaborasi untuk membangkitkan ekonomi Provinsi Lampung.
Hal tersebut terkupas dalam Diseminasi Kajian Fiskal Regional (KFR) Provinsi Lampung Triwulan II Tahun 2025 dan Treasury Goes to Campus di Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Lampung, Senin, 29 September 2025.
Dalam kegiatan tersebut, ada beberapa topik yang tersampaikan. Pertama, Overview Ekonomi-Fiskal Lampung sampai Triwulan II 2025. Kedua, RPJMD 2025-2029 dan Strategi Ketahanan Energi Lampung. Ketiga, Proyeksi Perkembangan Ekonomi, Kesejahteraan, dan Pembangunan
Lampung.
“Kami mendukung semua kolaborasi semua sektor ekonomi. Kajian Fiskal Regional Provinsi Lampung harapannya membawa kebermanfaatan untuk pembangunan. Bukan hanya sekedar data,” kata Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Lampung, Purwadhi Adhiputranto dalam sambutannya.
Kinerja Ekonomi
Kinerja APBN Regional Lampung hingga 31 Agustus 2025 menunjukkan kinerja yang positif. Penerimaan negara mengalami peningkatan, terutama ditopang oleh lonjakan Bea Keluar. Sementara itu, belanja negara dikelola secara lebih efisien dan mencatat percepatan penyaluran pada komponen DBH, DAU, serta DAK Non Fisik.
Kemudian pendapatan Negara meneruskan kinerja positif dengan capaian sebesar Rp6.924,14 miliar atau 62,21% dari target APBN, meningkat 12,39% (yoy). Kinerja ini terutama didorong oleh Penerimaan Perpajakan yang tumbuh 13,22% (yoy). Khususnya dari Pajak Perdagangan Internasional yang naik 169,24% (yoy), dengan kontribusi utama dari Bea Keluar. Selain itu, PNBP tumbuh positif sebesar 8,19% (yoy), didukung PNBP Lainnya dan Pendapatan BLU.
Realisasi Belanja Negara sebesar Rp20.511,51 M, tercapai 63,40% dari pagu, berkontraksi 7,25% (yoy). Kondisi tersebut mencerminkan pergeseran prioritas belanja yang tercermin pada perlambatan Belanja Pemerintah Pusat sebesar 21,07% (yoy) terutama pada Belanja Barang dan Belanja Modal yang terkontraksi masing-masing 44,03% (yoy) dan 44,76% (yoy). Transfer Daerah juga terkontraksi sebesar 1,80% (yoy) yang mengalami penurunan di sebagian komponen terutama Belanja DAK Fisik dan Insentif Fiskal.
Defisit anggaran regional Lampung hingga 31 Agustus 2025 tercatat sebesar Rp13.587,37 miliar, menyempit sebesar 14,83% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Defisit yang lebih terkendali ini mencerminkan optimalisasi penerimaan, disertai pengelolaan belanja negara yang lebih efisien. APBN tetap berperan sebagai peredam gejolak (shock absorber) atas dampak ketidakpastian perekonomian global untuk menjaga daya beli masyarakat dengan tetap menjaga keberlanjutan fiskal.
Sementara sejak 2020, ada Rp21,87 Triliun. Bansos pemerintah pusat telah tersalur bagi masyarakat Lampung. Rinciannya tahun 2020 ada Rp4.59 Triliun, 2021 ada Rp4.66, 2022 ada Rp.4.51 Triliun, tahun 2023 ada Rp3.37 Triliun, tahun 2024 ada Rp3.08 Triliun dan tahun 2025 ada Rp1.64 Triliun.
Anggaran tersebut tersebar untuk 12 jenis bansos yaitu UKT (Rp13,20 M), BST (Rp21.05 M), YAPI (Rp48.98 M), BSU GURU (Rp125.03 M), BST SEMBAKO (Rp164.32 M), KUOTA INTERNET (Rp253.34 M), BPUM (Rp1.06 T), POS BST (Rp1.11 T), POS SEMBAKO (Rp1.25 T), PRAKERJA, (Rp1.52 T), PKH (Rp7.30 T) dan BPNT (Rp8.99T).
Arah Kebijakan Lampung
Kepala Bidang Perencanaan Infrastruktur & Kewilayahan Bappeda Provinsi Lampung, Endang Wahyuni mengatakan PDRB Provinsi Lampung Tahun 2024 mencapai Rp483,88 Triliun dengan Kontribusi Terbesar dari Sektor Pertanian, Industri Pengolahan dan Perdagangan mencapai 59,39%. Kemudian PDRB atas dasar harga berlaku (ADHB) Lampung berada pada level menengah di antara provinsi-provinsi Sumatera dengan pertumbuhan ekonomi bersaing dengan Provinsi lainnya.
Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Lampung mencapai 4,07% pada Tahun 2025 lebih rendah dari rata-rata Nasional dan Sumatera. TPT Lampung berada di urutan 3 terendah, percepatan penurunan TPT Lampung lebih baik dibanding 7 Provinsi lainnya. Penyerapan tenaga kerja paling banyak terdapat pada lapangan usaha Pertanian.
“Pada tahun 2024, IPM Provinsi Lampung mencapai 73,13 yang masuk dalam kategori status pembangunan manusia tinggi. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 0,90% atau 0,65 poin dibandingkan tahun 2023,” katanya.
Sementara Gini Ratio Provinsi Lampung menurun menjadi 0,292 pada Maret 2025. Ini mencerminkan bahwa tingkat ketimpangan pengeluaran antar penduduk semakin kecil. Kemudian penurunan paling tajam terjadi pada pedesaan, dari 0,270 (Sep 2024) menjadi 0,261 (Mar 2025). Ini menunjukkan pemerataan pengeluaran desa makin membaik.
Selanjutnya Gini Rasio Provinsi Lampung secara konsisten lebih rendah daripada nasional. Ini menunjukkan tingkat ketimpangan yang lebih rendah dan pemerataan pendapatan yang lebih baik daripada capaian nasional.
“Sementara kebijakan pembangunan daerah tertuang dalam RPJMD 2025-2030. Dengan visi Bersama Membangun Lampung Menuju Indonesia Emas,” katanya.
Kemudian ia juga menjelaskan mengenai Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Provinsi Lampung. Kebijakan ini tertetapkan melalui Perda Nomor. 9 Tahun 2019 tentang Rencana Umum Energi Daerah dengan mengacu kepada Peraturan Pemerintah Nomor. 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN).
“Kebijakan utama meliputi ketersediaan energi untuk kebutuhan daerah. Lalu prioritas pengembangan energi. Kemudian pemanfaatan sumber daya energi daerah. Selanjutnya cadangan energi daerah,” katanya.
Pandangan Akademisi
Akademisi FEB Universitas Lampung sekaligus Local Expert Kementerian Keuangan di Lampung, Prof. Marselina Djayasinga mengatakan. Pertumbuhan ekonomi masih kuat, namun trend melambat, dari 5,47% pada triwulan I sebesar 5.097% pada triwulan II di bawah nasional namun di atas sumatera. Kemudian pertumbuhan konsumsi rumah tangga melambat 5,06% menjadi 4,87%. Konsumsi Pemerintah melambat -2,13 %. Ekspor meningkat tetapi trend menurun dari 52.12 % menjadi 31,3%, investasi trend meningkat.
“Sementara sisi produksi, industri pengolahan dan perdagangan besar tumbuh. Pertanian, Kehutanan, perikanan melemah menjadi 1,88% juga transportasi dan pergudangan,” katanya.
Kemudian untuk kendala dan masalah Pemerintah Provinsi Lampung meliputi kesejahteraan masyarakat (kemiskinan, pengangguran dan sebagainya). Lalu sumber daya manusia (kualitas pendidikan, kreativitas dan inovasi minim). Kemudian penurunan daya beli, dan urusan persampahan.
“Maka perlu memperkuat fungsi dan peran pemerintah daerah dengan kebijakan yang konkrit. Seperti menjaga daya beli dan inflasi, prioritaskan sektor unggulan, pemerataan akses. Lalu diversifikasi product/komoditas unggulan, permudah perizinan, pemanfaatan ases, UMKM naik kelas, dan memaksimalkan peran penyuluh,” katanya.
Dekan FEB Universitas Lampung, Prof. Nairobi mengapresiasi acara ini. Ia juga mengajak semua pihak berkolaborasi untuk membangun Provinsi Lampung, khususnya menumbuhkan ekonomi. Kemudian ia juga mengingatkan kisah Nabi Yusuf menjadi bendahara negara Mesir. Nabi Yusuf bisa menafsirkan mimpi Raja tentang tujuh tahun masa subur dan tujuh tahun masa paceklik. Sehingga Mesir berhasil melewati masa krisis pangan.
“Kisah Nabi Yusuf memberikan teladan dan pelajaran ekonomi yang relevan. Seperti pentingnya persiapan menghadapi krisis dengan menabung saat masa surplus. Lalu pengelolaan sumber daya yang efisien, dan distribusi yang terkendali saat kelangkaan,” katanya.








