Kotabumi (Lampost.co) – Forum Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) Kecamatan Abung Selatan, Kabupaten Lampung Utara, diduga memungut iuran yang bersumber dari dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dugaannya, praktik ini berlangsung rutin setiap tahun dengan nilai mencapai ratusan juta rupiah tanpa pertanggungjawaban yang jelas.
Alasan penarikan iuran untuk kebutuhan organisasi. Namun, praktik tersebut justru menimbulkan keberatan karena berpotensi merugikan anggaran negara. Padahal, dana sebesar itu sangat berarti jika alokasikan langsung untuk peningkatan mutu pendidikan di sekolah.
Ketua K3S Kecamatan Abung Selatan, Prihatin, membantah tudingan penggunaan dana BOS. Ia menyebut iuran berasal dari sumbangan pribadi para kepala sekolah.
“Ini uang pribadi kepala sekolah yang disumbangkan untuk mendukung kegiatan forum, misalnya ketika ada anggota sakit, pensiun, atau meninggal dunia. Jadi sifatnya ‘dari Anda untuk Anda’, bukan memakai dana BOS,” jelasnya di sela rapat K3S di kantor Korwil Dinas Pendidikan Abung Selatan, Selasa, 9 September 2025.
Pernyataan berbeda datang dari Koordinator Wilayah Dinas Pendidikan Abung Selatan, Dedi Irawan. Ia menegaskan tidak pernah menyetor iuran tersebut. “Juklak-juknisnya tidak ada. Pertanggungjawaban pun tergantung penggunaannya. Saya pribadi tidak pernah ikut memberi iuran,” ungkapnya.
Penarikan Iuran
Sementara itu, staf Korwil, Eli Maria, mengakui adanya penarikan iuran. Ia menyebut, jumlah siswa di 30 sekolah Kecamatan Abung Selatan mencapai sekitar 4.000 orang. “Uang itu langsung saya serahkan ke Bu Prihatin. Tetapi tidak semua sekolah membayar sesuai jumlah siswa, contohnya Pak Irawan tidak ikut,” katanya.
Seorang kepala sekolah di wilayah itu bahkan menyebut pungutan sebesar Rp3.000 per siswa sudah berlangsung lama. “Itu mah biasa. Sudah lama ada kegiatan begitu,” ucapnya singkat.
Berdasarkan informasi lapangan, iuran bukan hanya untuk kegiatan sosial, tetapi juga untuk pembayaran lain seperti koran, jilbab, hingga buku Ramadan. Rata-rata, tiap sekolah menyetor sekitar Rp4 juta setiap tiga bulan.
Dengan perhitungan itu, dana yang terkumpul dari BOS bisa mencapai Rp120 juta per tahap pencairan, atau sekitar Rp480 juta dalam setahun. Namun, beberapa kepala sekolah justru mempertanyakan penggunaan dana tersebut. Mereka mengaku tidak pernah melihat realisasi anggaran dari iuran yang dipungut K3S.
“Kami keberatan dengan iuran ini. Selama ini tidak ada realisasi yang jelas, padahal uangnya dari BOS. Kalau bukan dari BOS, dari mana lagi sumbernya?” kata salah seorang kepala sekolah kepada Lampung Post.
Dugaan penyalahgunaan dana BOS ini menambah daftar panjang persoalan pengelolaan anggaran pendidikan di Lampung Utara. Ia berharap pemerintah daerah menindaklanjuti agar dana untuk siswa tidak terus mengalir ke pos yang tidak semestinya. (Fajar Nofitra)