Bandar Lampung (Lampost.co) — Meski belum tergunakan, pembawa bom molotov pada aksi massa bisa terjerat pidana. Hal tersebut tersampaikan oleh Akademisi Hukum Universitas Lampung (UBL) Benny Karya Limantara.
Kemudian ia mengatakan, membawa bom molotov masuk sebagai tindak pidana kepemilikan senjata atau bahan peledak tanpa izin. Hal itu, melanggar pasal 1 Undang-Undang Darurat No. 12 Tahun 1951 dengan ancaman pidana maksimal 20 tahun penjara.
“Artinya, meski belum tergunakan, perbuatan membawa saja sudah memenuhi unsur delik,” ujarnya, Selasa, 2 September 2025.
Selanjutnya, perbuatan ini bukan sekadar persiapan, melainkan sudah selesai pada saat pelaku menguasai bom molotov tanpa hak. Sehingga, tidak perlu menunggu terpakai dan diledakkan untuk menimbulkan pertanggungjawaban pidana.
Namun penyidik juga harus mengedepankan Undang Undang Nomor. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA) dengan mengedepankan hak anak.
“Kemudian, pidana juga maksimal setengah dari putusan” katanya.
Sebelumnya, personel Gabungan TNI dari Kodim 0410/KBL Polri dari jajaran Polda Lampung mengamankan tiga orang pembawa bom molotov. Penangkapan tersebut terjadi di Jalan Raden Intan, Kecamatan Tanjungkarang Pusat, dekat pusat perbelanjaan Simpur Center, Senin, 1 September 2025.
Dari video yang beredar, salah satu orang membawa bom molotov berbentuk botol yang tersimpan dalam tasnya. Dugaannya, mereka hendak berbaur dengan kelompok mahasiswa, ojek online, dan masyarakat sipil pada aksi di DPRD Provinsi Lampung.
Kemudian para pelaku yang teramankan berinisial JFI (23), MR (15), dan FA (16). Ketiganya warga Bandar Lampung berasal dari Tanjung Karang Timur. Sementara MR masih berstatus pelajar, dan FA sudah putus sekolah. Mereka membeli minyak tanah, botol, dan sumbu untuk kemudian merakit bom tersebut. Sementara lima orang lainnya masih dalam pencarian.