Bandar Lampung (Lampost.co)– Seorang pasien berinisial PA (69), warga Kabupaten Tulangbawang Barat, mengadukan dugaan kelalaian medis dan buruknya pelayanan di RS Airan Raya, Way Huwi, Jati Agung, Lampung Selatan, ke pihak BPJS Kesehatan. Pasien yang menjalani perawatan pada 24–28 Februari 2025 itu merasa tidak mendapatkan pelayanan maksimal, mengalami keterbatasan fasilitas rumah sakit, hingga dipulangkan dalam kondisi belum stabil.
Stok Infus Kosong, Perawat Sarankan Pasien Matikan Infus Sendiri
Aan (35), anak pasien, menyampaikan bahwa setelah Ureteroskopi-URS, ayahnya tidak mendapatkan pelayanan maksimal dari rumah sakit tersebut. Selain keluhan soal obat, keluarga juga menyoroti keterbatasan fasilitas rumah sakit. Pada 26 Februari 2025, seorang perawat menyarankan agar pasien mematikan infusnya sendiri jika cairan sudah habis karena stok infus kosong.
“Perawatnya bilang, ‘Nanti malam kalau infus habis, matikan saja karena stoknya kosong dan sedang kami pesan’. Ini RS besar, tapi infus pun bisa habis,” kata Aan.
Padahal, pasien dalam kondisi tidak bisa makan dan minum, sehingga cairan infus menjadi satu-satunya sumber asupan bagi tubuhnya. “Saat malam itu infus habis, kami minta infus agar mendapat pergantian, perawatnya mengatakan tunggu sampai pagi.” kata Aan.
Pemberian Obat Lambung Setelah Mendapat Protes
Pasien yang memiliki riwayat maag kronis juga mengalami kesulitan mendapatkan obat lambung. Keluarga mengaku harus berulang kali meminta hingga akhirnya pasien mendapat injeksi ondansetron dan ranitidin.
“Sebelumnya hanya mendpat obat ondansetron tablet. Padahal ayah saya tidak bisa minum air putih sekalipun. Kami minta obat lambung karena bapak saya punya riwayat maag kronis. Setelah muntah darah, saya protes dulu, baru di injeksi ondansentron dan ranitidin,” kata dia.
Dokter Menolak Pemeriksaan dan Pasien Dipulangkan dalam Kondisi Buruk
Menurut Aan, pada 27 dan 28 Februari 2025, dokter spesialis menolak melakukan pemeriksaan dan tidak memberi konsultasi saat keluarga pasien memintanya. Pasien akhirnya pulang dari rumah sakit pada 28 malam meski masih demam tinggi dan muntah-muntah.
“Kami hanya ingin memastikan kondisi ayah saya, tapi dokter malah marah dan mengabaikan kami. Tanpa pemeriksaan, bagaimana bisa tahu pasien sudah siap pulang?” kata Aan.
Karena kondisi pasien buruk, keluarga membawanya ke RS Urip Sumoharjo, Bandar Lampung. Selain masalah urologi, ternyata hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa pasien terkena demam berdarah dengan trombosit 66.000 dan leukosit 17.000 mengindikasikan ada infeksi.
Keluarga Minta Investigasi dan Sanksi Tegas
Setelah beberapa hari menjalani perawatan di RS Urip Sumoharjo, kondisi pasien membaik. Setelah pihak rumah sakit memberikan izin pasien pulang, keluarga mengadukan kejadian di RS Airan Raya ke BPJS Kesehatan pada 12 Maret 2025. Mereka mendesak investigasi atas dugaan kelalaian medis dan meminta sanksi tegas jika ada penemuan pelanggaran prosedur.
“Pasien BPJS seharusnya mendapat pelayanan yang sama dengan pasien umum. Ayah saya masuk RS dalam kondisi sehat dan bugar, sekarang malah lemas dan tidak bisa mengangkat badan sendiri,” tegas Aan.
RS Airan Membantah Ada Penelantaran Pasien
Terkait aduan tersebut, Kuasa Hukum Rumah Sakit, Kabul Budiono membantah aduan tersebut. Dia mengklaim petugas di rumah sakit telah melakukan tindakan sesuai SOP.
Dia menjelaskan, pasien inisial PA datang pada pukul 05.WIB, 24 Februari 2025 dengan keluhan nyeri pinggang. Usai menjalani pemeriksaan di IGD, petugas menemukan dugaan pembekakan ginjal sehingga dilakukan USG.
“Setelah pemeriksaan dan USG dipastikan pasien mengalami pembengkakan ginjal dan harus menjalani operasi laser,” ungkapnya, Senin, 17 Maret 2025.
Setelah menjalani operasi pasien mengalami mual dan ada demam sehingga mejalani perawatan dengan pemberian obat sesuai keluhan. Kemudian pada 28 Maret, pasien sudah tidak lagi merasakan keluhan penyakit utama atau pun akibat operasi.
“Tanggal 28 Februari sudah tidak ada keluhan dari penyakit utama dan akibat operasi sehingga pasien mendapat izin pulang,” jelasnya.
Kabul juga menegaskan tidak ada pemberhentian pemberian obat kepada pasien di rumah sakit. Bahkan obat yang tersisa selama perawatan pun dibawakan pulang dengan tambahan obat untuk berobat jalan.
“Tidak ada pemberhentian pemberian obat sudah sesuai SOP. Kalau pun ada pasti sudah kami sanksi,” pungkasnya.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News