Bandar Lampung (Lampost.co) — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung menyiapkan serangkaian langkah antisipasi untuk menghadapi potensi bencana hidrometeorologi, khususnya banjir.
Prediksinya banjir akan meningkat pada musim hujan Oktober 2025 hingga awal 2026 mendatang.
Wakil Gubernur Lampung, Jihan Nurlela, menegaskan bahwa kesiapan daerah tidak hanya berfokus pada penanganan darurat. Tetapi juga mencakup pencegahan dan mitigasi jangka panjang.
Baca Juga:
Penanganan Banjir Butuh Kolaborasi Lintas Sektor
“Kita ingin Lampung benar-benar siaga, baik dalam manajemen darurat maupun penguatan sistem pencegahan sejak dini,” kata Jihan Nurlela, Senin, 29 September 2025.
Sepanjang Januari hingga September 2025, tercatat 119 peristiwa banjir dan 41 kejadian longsor terjadi di berbagai wilayah di Lampung.
Angka ini, kata Jihan, jauh lebih tinggi dari pada tahun sebelumnya sehingga perlu langkah-langkah strategis agar kerugian serupa tidak terulang.
Menurutnya, salah satu upaya penting adalah pengelolaan tata air secara terpadu. Upaya ini mulai dari pemanfaatan pompa mobile, optimalisasi pintu air dan waduk, hingga pembangunan sumur resapan di titik rawan.
Evaluasi drainase, normalisasi sungai, serta inspeksi infrastruktur pengendali banjir juga akan Pemprov perkuat bersama Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS).
Selain itu, Pemprov Lampung juga mendorong pemanfaatan sistem peringatan dini berbasis data BMKG yang terintegrasi dengan aplikasi Lampung-In.
Hal ini diharapkan dapat mempercepat respon daerah dalam menghadapi curah hujan yang ekstrem.
“Kegiatan normalisasi saluran air tidak boleh menunggu bencana. Semua harus dilakukan sebelum debit tinggi datang,” tegas Jihan.
Untuk langkah jangka pendek, Pemprov menyiapkan posko siaga, edukasi masyarakat, dan koordinasi lintas sektor.
Penanganan Pascabencana
Sedangkan dalam penanganan pascabencana, pemerintah akan menyalurkan bantuan logistik, layanan kesehatan, serta program rehabilitasi sosial.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung juga sudah menyiapkan pompa air, paket sembako, hingga peralatan kebersihan bagi wilayah terdampak.
Pemerintah kabupaten/kota pun agar segera mengajukan e-proposal rehabilitasi dan rekonstruksi infrastruktur yang rusak. Upaya ini agar proses pemulihan bisa lebih cepat dengan dukungan pemerintah pusat.
Dinas Kesehatan bersama Dinas Sosial memastikan ketersediaan obat-obatan, kesiapan puskesmas dan rumah sakit, jalur evakuasi, serta pemantauan penyakit pascabanjir.
“Penanganan banjir bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi perlu sinergi semua pihak. Dengan kolaborasi dan strategi terpadu, dampak sosial maupun ekonomi dari bencana banjir bisa ditekan semaksimal mungkin,” tutup Jihan.
 
			 
    	 
                                










