Bandar Lampung (Lampost.co) — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dan pengelola Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) saling meningkatkan sinergi. Hal ini untuk menangani meningkatnya konflik antara harimau dan warga di sekitar kawasan hutan.
Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Lampung, Yanyan Ruchyansyah, mengungkapkan penyebab utama konflik tersebut diduga akibat berkurangnya populasi satwa buruan alami harimau. Terutama babi hutan yang selama ini menjadi sumber makanan utama.
“Berdasarkan indikasi di lapangan, ada wabah penyakit yang menyerang babi hutan sehingga jumlahnya menyusut drastis. Akibatnya, harimau kesulitan mendapatkan pakan,” katanya, Kamis, 14 Agustus 2025.
Baca Juga:
Petani di Lambar Tewas Mengenaskan, Disinyalir Jadi Mangsa Harimau Liar
Untuk mengantisipasi hal ini, Pemprov Lampung akan menggandeng Tambling Wildlife Nature Conservation (TWNC) dalam penyediaan pakan tambahan di habitat harimau. Langkah ini dapat mengurangi risiko konflik di kemudian hari.
“Dengan surat resmi dari Gubernur Lampung, tim BKSDA dan TNBBS akan berkoordinasi bersama TWNC untuk menyiapkan pakan tambahan di lapangan. Semoga ini bisa menjadi solusi cepat,” ujar Yanyan.
Pendataan Aktivitas Perambahan
Selain itu, saat ini pihaknya tengah melakukan pendataan aktivitas perambahan di kawasan TNBBS. Verifikasi akan mereka lakukan untuk membedakan pelaku lokal dan pendatang sehingga langkah penanganan bisa lebih tepat sasaran.
“Kita harus mengambil kebijakan secara bijak. Menjaga kelestarian satwa sekaligus memperhatikan keselamatan dan mata pencaharian masyarakat,” jelasnya.
Ia juga mengimbau warga, khususnya petani dan pengelola lahan di sekitar hutan. Imbauan ini agar tidak beraktivitas sendirian di dalam kawasan demi menghindari risiko.
“Untuk saat ini, sebaiknya petani maupun pengelola lahan bekerja bersama-sama. Kalau ada kejadian akan lebih mudah saling membantu,” imbaunya.