Bandar Lampung (Lampost.co) — Pemerintah pusat sedang mematangkan rencana pelaksanaan retreat bagi seluruh sekretaris daerah (sekda) provinsi maupun kabupaten/kota di Indonesia.
Kegiatan ini sebagai upaya penguatan kapasitas pejabat tertinggi birokrasi di daerah dan memiliki manfaat besar. Namun tetap membutuhkan proses evaluasi yang terukur dan berkelanjutan.
Pengamat Kebijakan Publik Universitas Lampung (Unila), Vincensius Soma Ferrer, menilai pemerintah harus melihat kebijakan tersebut dari perspektif evaluasi yang jelas dan sistematis.
Baca Juga:
Pelayanan Pemerintahan Tetap Berjalan Selama Retreat Nasional Sekda
Vincensius menyebut, konsep serupa sebenarnya telah pemerintah terapkan kepada kepala daerah. Sehingga pemerintah pusat seharusnya sudah dapat mengukur sejauh mana tujuan yang tercapai melalui program tersebut.
“Kalau pemerintah pusat mau melaksanakan retreat untuk sekda, tentu harus melihat apakah ada goals kepala daerah yang sudah sesuai dengan tujuan yang diharapkan,” ujarnya.
Vincensius menegaskan bahwa rencana retreat perlu memastikan keberlanjutan manfaat setelah penyelenggaraan kegiatan. Hal ini penting agar program tidak terkesan hanya seremonial semata tanpa hasil nyata dalam manajemen pemerintahan.
“Jika memang sudah matang diagendakan, pola keberlanjutan harus diperhatikan. Artinya ada tujuan yang dihadirkan pemerintah sehingga tidak terkesan seremoni saja,” tegasnya.
Capacity Building
Vincensius melihat urgensi program tersebut berada pada konteks birokrasi modern, yakni peningkatan kapasitas (capacity building) bagi sekda yang berperan sebagai penggerak jalannya pemerintahan daerah.
Menurutnya, sekda merupakan sosok kunci dalam mengatur dan merefleksikan bentuk tata kelola pemerintahan. Mengingat kepala daerah lebih dominan bergerak sebagai figur politik.
Walaupun membawa nilai positif, Vincensius mengingatkan adanya tantangan yang perlu kita cermati secara serius. Salah satunya terkait efektivitas dan indikator kinerja yang menjadi rujukan dalam mengevaluasi hasil retreat nantinya.
“Pemerintah pusat harus bisa melihat efektivitas kegiatan ini. Indikator kinerjanya harus jelas agar bisa di ukur setelah retreat selesai,” katanya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya mekanisme monitoring berbasis riset agar pelaksanaan retreat tidak mengulangi kesalahan program pemerintah sebelumnya, yang minim pengawasan dan tidak berorientasi pada hasil nyata di lapangan.
“Jangan sampai kegiatan seperti ini berakhir tanpa indikator yang jelas. Akhirnya hanya menjadi retorika tanpa transformasi birokrasi,” tutupnya.
Kegiatan retreat Sekda ini bisa menjadi momentum penguatan reformasi birokrasi yang mampu menciptakan pemerintahan daerah lebih efektif, profesional, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.








