Bandar Lampung (Lampost.co) — Badan Pusat Statistik (BPS) Lampung mencatat pertumbuhan ekonomi Lampung pada triwulan I-2024 tumbuh 3,30 persen (y-on-y). Angka itu melemah dari triwulan yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 4,94 persen.
Hal itu akibat terkontraksinya sejumlah lapangan usaha, seperti pengadaan listrik dan gas yang melemah hingga 16,90 persen. Kemudian sektor pertanian, kehutanan dan perikanan yang selalu menjadi andalan ekonomi Lampung terkontraksi hingga 10,97 persen.
Guru besar bidang Ekonomi Publik Universitas Lampung (Unila), Prof Marselina, menilai penguatan pasar domestik perlu gencar guna memulihkan perekonomian.
BACA JUGA: Kegiatan Masyarakat ini Ikut Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi 2024 Lampung
Akademisi FEB itu menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia sebagian besar berada di pasar domestik dengan 65 persen untuk kebutuhan konsumsi.
“Jika konsumsi naik, maka permintaan listrik dan gas naik, begitu pun dengan yang lain,” kata Marselina, Selasa, 14 Mei 2024.
Menurut dia, 65 persen masyarakat Lampung masih tergolong perekonomian menengah ke bawah yang masih menggantungkan hidup dari gaji dan bantuan sosial. Sehingga, untuk mendukung pasar domestik yang kuat perlu dorongan pemerintah.
“Kalau memang masih ada jaminan sosial segera cairkan, jangan lama-lama. UMKM gerakkan lagi sehingga roda ekonomi berputar. Itu harus upayakan agar perputaran uang tetap berputar di Lampung,” kata dia.
Pertanian Terus Melemah
Selain itu, Lampung sebagai daerah yang memiliki potensi besar di sektor pertanian dan kehutanan. Kontraksi yang terjadi pada kedua sektor tersebut juga terjadi akibat kondisi cuaca yang tidak menentu atau anomali sehingga menyebabkan produksi petani turun.
Selain itu, pemerintah juga kurang fokus untuk merangsang kedua sektor itu di awal tahun. “Memang di awal tahun semua proyek belum cair jadi semua dana tertahan, seperti subsidi pupuk. Sehingga, daya beli masyarakat juga rendah dan petani juga belum bisa cair,” ujar dia.
Sementara untuk sektor listrik dan gas, pelemahan itu karena kondisi global. Sebab, permintaan listrik dan gas terbesar saat ini berasal dari dunia industri yang justru tengah menurun.
“Ini bisa mengindikasikan kondisi industri manufaktur lagi tidak jalan dan tidak sehat sehingga ikut turun permintaannya,” kata dia.
Selain itu, permintaan listrik dan gas dalam negeri oleh masyarakat rumah tangga yang menurun juga terjadi. Sebab, APBD sebagai salah satu perangsang untuk daya beli juga belum terlalu banyak keluar.
“Kalau APBD audah cair, semua program berjalan pasti permintaan industri meningkat lagi,” kata dia.
Sementara itu, pengamat ekonomi lainnya, Asrian Hendi Caya, mengatakan sektor pertanian menjadi andalan perekonomian Lampung sangat tergantung pada musim. Sehingga, fluktuasi antarwaktu (triwulanan) kerap kali terjadi perbedaan (q to q).
“Apalagi terjadi pergeseran panen akibat perubahan iklim. Ini sering menggeser panen dari triwulan I ke triwulan berikutnya,” kata dia.
Menurut dia, pertanian Lampung sejak 2017 memang mengalami pertumbuhan yang lambat. Bahkan, sampai saat ini kondisi itu masih belum pulih. Adapun sektor yang paling drastis terjadi penurunannya pada subsektor holtikultura.
Meski begitu, seluruh fenomena itu akan tergambar secara utuh di akhir tahun. “Sampai saat ini masih optimistis, 2024 akan lebih tinggi dari 2023. Mudah-mudahan bisa tembus 5 persen,” kata dia.