Kotabumi (Lampost.co): Petani singkong yang berasal dari berbagai kabupaten/ kota di Provinsi Lampung berkumpul di Kabupaten Lampung Utara, Jumat, 27 Desember 2024. Mereka melaksanakan hearing bersama DPRD setempat guna menyampaikan tuntutan agar mendapat perhatian oleh wakil rakyat yang berada di Senayan, Jakarta.
Berkumpulnya para petani singkong di Lampung itu karena menyikapi penetapan harga singkong dan potongan (refaksi) oleh Pj Gubernur Lampung, Samsudin beberapa waktu lalu sebesar Rp1.400 per kilogram dan rafaksi maksimal 15% yang berlaku mulai 24 Desember 2024.
Baca juga: DPRD Lampung Bentuk Pansus Tataniaga Singkong Buntut Anjloknya Harga di Tingkat Petani
Keputusan itu berdasarkan rapat bersama Pemprov Lampung bersama puluhan perwakilan perusahaan tapioka, petani, akademisi, sejumlah dinas di 6 kabupaten kota dan DPRD Lampung di Ruang Rapat Utama Kantor Gubernur Lampung, Senin, 23 Desember 2024. Selain penetapan harga, Pj Gubernur Samsudin juga memutuskan poin penting, yakni larangan impor singkong ke Lampung.
Namun, sebagian besar petani singkong belum puas atas keputusan tersebut. Seperti perwakilan petani singkong dari Lampung Timur, Lampung Tengah, Tulangbawang, Tubaba, Mesuji, dan Lampung Utara yang terus menyampaikan aspirasinya menuntut agar pemerintah menyetop impor produk tapioka dari luar negeri. Karena hal itu dapat menyebabkan anjloknya harga singkong di tingkat petani.
“Lalu, kita meminta Keppres ataupun Inpres, sebagai payung hukum yang akan diterjemahkan sebagai Perda agar untuk kestabilan harga,” kata Ketua DPRD Lampung Utara, M Yusrizal usai rapat dengar pendapat dari perwakilan kabupaten/ kota se-Lampung di DPRD setempat.
“Yang jelas menyetop impor tapioka. Karena itu indikator harga tapioka bisa anjlok dan turun seperti saat ini. Juga pencabutan Permentan 10/2021, agar petani singkong mendapat subsidi pupuknya,” sambung dia.
Menurutnya, pertanian singkong di Lampung merupakan salah satu komoditas yang mendukung terwujudnya program swasembada pangan yang pemerintah pusat jalankan. Khususnya bahan makanan yang berasal daring ubi kayu atau singkong.
“Itulah yang nanti akan kita bawa ke Senayan saat rapat dengar pendapat dengan DPR-RI kita. Sebagai upaya agar harga singkong petani dapat tetap stabil,” tambahnya.
Harga Beli Pabrik Masih Rendah
Sementara itu, menurut perwakilan petani asal Lampung Utara, Anggi menyebut belum ada kepastian harga maupun refaksi pasca penetapan harga dan potongan oleh Pemprov Lampung.
“Sebab di lapangan harga masih bertahan di Rp1.100 – 1.150 per kilo dengan potongan bervariasi. Mulai dari 15% – 18% dijual dari pabrik. Itu jelas membebani masyarakat, khususnya petani singkong. Karena harga pupuk mahal dan biaya perawatan yang petani keluarkan selama menanam juga tidak sedikit,” ujarnya.
“Bahkan di lapangan, untuk harga di tingkat pabrik itu masyarakat mendapat potongan sampai 35%. Bagaimana masyarakat mau sejahtera,” tambahnya.
Oleh karena itu, pihaknya berharap apa yang menjadi tuntutan para petani singkong tersebut dapat pemerintah realisasikan. Sebab, masyarakatlah yang paling merasakan dampak tidak stabilnya harga singkong di pasaran.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News