Kotabumi (Lampost.co)– Petugas keamanan atau satpam di RSUD HM Mayjend (purn) Ryacudu Kotabumi, Lampung Utara, menjerit. Mereka sudah dua bulan tidak menerima gaji.
Para satpam ini merupakan karyawan outsourcing dari PT HBM. Salah satu satpam, HN, mengaku sudah cukup sabar menghadapi situasi ini. Namun, ia merasa ini sudah keterlaluan karena perusahaan tidak pernah mengajak rapat atau menyetujui perlakuan penerapan di lapangan.
“Kami tidak pernah tahu, jangankan diajak rapat,” kata HN, yang enggan namanya disebutkan.
Menjelang bulan Ramadan, dengan harga kebutuhan pokok yang semakin meningkat, situasi ini semakin memberatkan ekonomi mereka.
“Selama ini kami menghutang dengan rentenir, dengan bunga yang tidak sedikit. Bila tidak, siapa yang menanggung pengeluaran keluarga di rumah? Sedih juga begini,” timpal satpam lainnya.
HN mengaku cukup sabar, meski gaji yang mereka terima jauh di bawah standar, yaitu Rp2 juta, meskipun UMK Lampung Utara mencapai Rp2,7 juta.
“Ini dapat kabar mau ada pemotongan gaji lagi, sebesar Rp600 ribu. Jadi tinggal Rp1,4 juta. Nah, ini sudah dua bulan tidak ada kabar. Mau gimana lagi nasib kami ini,” ujarnya.
Ia mengatakan, bila pihak perusahaan tidak sanggup lagi menggaji, mereka lebih baik dikembalikan ke rumah sakit. Hal ini untuk memastikan nasib karyawan selama ini di bawah naungan perusahaan PT HBM Bandar Lampung itu.
Perusahaan Terkendala Pembayaran
Manajer Operasional PT Hulu Balang Mandiri Bandar Lampung, Dede, tidak menampik persoalan itu. Dia menjelaskan bahwa perusahaannya terkendala masalah pembayaran dengan pihak rumah sakit daerah.
Pertama, selama 6 bulan tidak membayarkannya kompensasi kerja sama sesuai kesepakatan. Selama ini, ia mengaku mencari talangan untuk menutupi hal tersebut.
“Kalau untuk gaji, itu sesuai kesepakatan dengan seluruh karyawan. Satpam maupun OB, awalnya 10 penjaga keamanan harus berkurang menjadi 7. Namun saat ini masih bertahan 10 orang, jadi sesuai kesepakatan gajinya juga berkurang,” kata dia melalui sambungan WhatsApp-nya, Jumat, 8 Maret 2024.
Dinas Tenaga Kerja
Dede juga menjelaskan bahwa staf OB diperbantukan di areal parkir akibat terkendala masalah keuangan, khususnya pemasukan, hingga melakukan hal tersebut. Dia menegaskan bahwa hal itu telah sesuai mekanisme dan mengkoordinasikan dengan dinas tenaga kerja atau pihak terkait lain di Bandar Lampung.
“Karena kita di Bandar Lampung, koordinasi dengan instansi terkait. Dan itu telah kami lakukan, karena pendapatan kurang memadai maka kami ambil kebijaksanaan tersebut,” terangnya.
Meskipun pihak perusahaan menganggapnya berat, mereka terpaksa menerapkan kebijakan ini akibat kondisi pemasukan perusahaan.
“Kalau dikatakan benar, itu tidak juga. Namun kondisinya tidak memungkinkan, dan ini kesepakatan bersama,” kata Dede.