Bandar Lampung (Lampost.co) — Kepala Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Hifzon Zawahiri mengungkapkan bahwa di wilayah Tambling, populasi harimau sumatera terpantau padat.
Berdasarkan data, jumlahnya mencapai 10–11 ekor per 36 ribu kilometer persegi, lebih tinggi dari kapasitas ideal yang hanya 3–4 ekor. Meski demikian, kondisi tersebut tidak memicu konflik selama ketersediaan pakan di alam masih mencukupi.
“Konflik yang terjadi belakangan ini, termasuk serangan harimau, kemungkinan besar dipicu oleh semakin berkurangnya populasi satwa mangsa,” kata Hifzon, Kamis, 14 Agustus 2025.
Baca Juga:
Pemprov Lampung Perkuat Koordinasi Atasi Konflik Harimau dan Manusia
Sebagai upaya pencegahan, warga sekitar mengusulkan pemasangan kandang jebak (trap cage). Namun pemasangan di dalam kawasan konservasi tidak diperbolehkan.
Sehingga alternatifnya, kandang jebak dan kamera trap akan mereka tempatkan di area sekitar taman nasional. Serta ada kegiatan sosialisasi kepada masyarakat.
“Permintaan masyarakat sudah kami terima. Karena pemasangan di dalam kawasan tidak memungkinkan. Kita fokuskan di sekitar batas wilayah dan melengkapinya dengan sosialisasi serta pemasangan kamera trap,” ujarnya.
185 Kali Setahun
Data Dinas Kehutanan Provinsi Lampung menunjukkan, konflik manusia dengan gajah di Taman Nasional Way Kambas rata-rata terjadi 185 kali setahun di 13 desa terdampak. Sedangkan di TNBBS rata-rata 53 kasus per tahun di 12 desa.
Untuk konflik manusia dengan harimau, tercatat rata-rata 22 insiden per tahun di 14 desa dengan kerugian ternak mencapai 192 ekor serta korban jiwa. Selama periode 2024–2025, di kawasan TNBBS terjadi delapan kasus serangan harimau sumatera yang menewaskan tujuh orang.
Sementara itu, pada Juni 2025, kawanan gajah liar memasuki perkebunan di perbatasan Desa Braja Asri dan Braja Sakti, Lampung Timur. Sehingga menyebabkan kerugian materi yang cukup besar.
Menanggapi kondisi tersebut, Pemerintah Provinsi Lampung menyiapkan strategi penanganan, termasuk revisi tim koordinasi dan penyusunan prosedur operasional standar. Serta langkah mitigasi jangka panjang untuk mengurangi risiko konflik satwa liar dengan manusia.