Bandar Lampung (Lampost.co) — Potensi terjadinya gempa Megathrust harus menjadi perhatian seluruh masyarakat. Hal ini karena kejadian Megathrust meskipun belum dapat kita prediksi kapan terjadi namun tetap berpotensi.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Lampung berupaya memperkuat kesiapsiagaan masyarakat untuk menghadapi potensi gempa bumi megathrust yang dapat memicu tsunami.
Kepala BPBD Provinsi Lampung, Rudy Sjawal Sugiarto mengatakan, peningkatan kemampuan mitigasi kepada masyarakat Lampung khususnya yang tinggal di kawasan pesisir harus ada.
Baca Juga:
Gempa Gunung Kidul Yogyakarta M 5,5 Termasuk Megathrust
“Megathrust terjadi karena Indonesia berada di lempeng benua yang bergerak terus dan ada yang saling mendorong. Semua pesisir di Lampung berisiko di antaranya Lampung Selatan, Bandar Lampung, Pesawaran, Tanggamus, dan Pesisir Barat,” ujarnya, Selasa, 10 September 2024.
Ia mengatakan Selat Sunda menjadi salah satu titik yang belum pernah muncul gempa Megathrust. Selain itu juga Mentawai, Cilacap, dan Banyuwangi sehingga mitigasi harus ada.
“Mitigasi bencana harus di siapkan karena pasti kondisinya akan panik. Sehingga kalau sudah di siapkan, maka nantinya masyarakat sudah tangguh menghadapi bencana,” katanya.
Pahami Trik 20-20-20
Megathrust sendiri merupakan fenomena alam yang akan menimbulkan efek gempa dengan tekanan bawah laut yang cukup kuat dan bisa mengakibatkan tsunami.
Rudy Sjawal mengatakan menyikapi hal tersebut, masyarakat harus bisa melakukan mitigasi bencana minimal pahami trik 20-20-20.
“Untuk antisipasi hal tersebut, setidaknya masyarakat bisa lakukan antisipasi ancaman dengan memahami mitigasi bencana. Salah satunya dengan keluar rumah jika terjadi gempa,” katanya.
Ia memaparkan, trik 20-20-20 yakni jika terjadi gempa selama 20 detik. Masyarakat yang merasakan getaran tersebut memiliki waktu 20 menit untuk evakuasi ke daerah yang bebas dari bangunan dengan jarak 20 meter dari pemukiman.
“Masyarakat yang memahami konsep mitigasi dapat meningkatkan tingkat keselamatan dan meminimalisir jumlah korban akibat bencana,” ujarnya.
Pada dasarnya, lanjutnya, konsep 20-20-20 melengkapi sistem peringatan dini tsunami. “Perangkat mitigasi tsunami yang terpenting itu pengetahuan manusia,” katanya.