Bandar Lampung (Lampost.co) — Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung mendesak Pemerintah Provinsi Lampung segera menerbitkan aturan resmi harga singkong dalam bentuk peraturan daerah (perda) atau peraturan gubernur (pergub).
Poin Penting:
-
Harga singkong Lampung masih fluktuatif karena tidak ada regulasi resmi.
-
Petani menilai posisi mereka lemah di hadapan industri pengolah tapioka.
-
PPUKI menilai perda atau pergub bisa memberi kepastian hukum bagi petani.
Desakan tersebut muncul karena hingga kini belum ada regulasi yang mengikat terkait harga acuan pembelian (HAP) singkong di tingkat petani. Akibatnya, harga singkong di Lampung kerap berubah-ubah dan cenderung merugikan petani.
Petani Minta Kepastian Hukum Harga Singkong
Ketua PPUKI Lampung, Dasrul Aswin, menegaskan pentingnya regulasi resmi agar petani tidak terus berada di posisi lemah dalam penentuan harga. Menurutnya, tanpa dasar hukum yang kuat, perusahaan pengolah masih bebas menentukan harga sesuai kebijakan masing-masing.
Baca juga: Pabrik Diminta Patuhi Harga Acuan Singkong, PPUKI Bakal Temui Presiden
“Petani selalu jadi pihak yang dirugikan karena tidak ada payung hukum harga singkong. Kami butuh aturan jelas agar semua pihak punya pedoman,” ujar Dasrul, Jumat, 10 Oktober 2025.
Ia juga menilai kepastian harga untuk menjaga stabilitas ekonomi petani di tengah naik-turunnya permintaan industri.
Kewenangan Daerah Belum Ada Aturan Teknis
Dasrul menjelaskan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memang telah memberi kewenangan kepada daerah untuk menetapkan harga acuan singkong. Namun, kebijakan itu masih menimbulkan ketidakpastian karena singkong belum masuk kategori sebagai pangan lokal sebagaimana UU Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pangan.
“Kalau pangan lokal seperti sagu di Papua, daerah bisa tetapkan harga. Tapi singkong Lampung lebih banyak untuk bahan baku industri, bukan konsumsi,” katanya.
Ia juga menambahkan kebijakan harga acuan yang pernah pemerintah keluarkan belum berjalan efektif. Baik di masa Pj Gubernur Samsudin maupun saat ini di bawah kepemimpinan Rahmat Mirzani Djausal, aturan masih berupa surat edaran tanpa kekuatan hukum tetap.
“Menteri sudah dua kali tetapkan harga, gubernur juga sudah tindak lanjuti. Tapi pabrik tidak semua patuh karena sifatnya hanya imbauan. Jadi harus ada perda atau pergub yang mengikat,” ujar Dasrul.
Aksi Mogok Petani Ubi Kayu di Lampung
Sementara itu, sebagai bentuk protes, sejumlah petani singkong Lampung kini melakukan aksi mogok panen dan pencabutan tanaman. Langkah ini untuk menekan pasokan ke pabrik sehingga harga bisa kembali naik.
“Petani sedang menahan pasokan ke pabrik. Setelah aksi, potongan kadar air mulai turun. Di pabrik Sinar Laut sudah 37 persen, dan di BW juga menyesuaikan,” katanya.
Menurut Dasrul, aksi ini menunjukkan kekuatan solidaritas petani untuk menuntut keadilan harga. Ia berharap pemerintah daerah segera bertindak agar kondisi pasar kembali stabil dan petani tidak terus tertekan.
PPUKI Desak Kebijakan Propetani
PPUKI juga menilai perda harga singkong Lampung menjadi solusi paling efektif untuk menghentikan kesewenang-wenangan pabrik dalam menentukan harga. Dengan adanya dasar hukum, petani memiliki pegangan kuat untuk memperjuangkan haknya.
“Kami hanya ingin keadilan. Kalau sudah ada perda atau pergub, pabrik tidak bisa lagi seenaknya menentukan harga,” ujarnya.







