Bandar Lampung (Lampost.co) – Sidang putusan kasus sengketa tumpang tindih kepemilikan tanah antara penggugat Bambang Sukisno dan tergugat Kepala kantor ATR/BPN Kota Bandar Lampung dan Ida Purwati, kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandar Lampung, Rabu, 11 Desember 2024.
Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sejahtera Bersama Lampung, Masayu Robianti, mengatakan putusan dari Rory Yonaldi, sebagai Ketua Majelis Hakim, bersama Gayuh Rahantyo dan Gusman Balkhan sebagai Hakim Anggota, diduga mengandung keberpihakan.
Masayu Robianti menilai putusan tersebut tidak mencerminkan rasa keadilan dan tampak jauh dari fakta-fakta yang terungkap di persidangan. Bahkan, bukti-bukti dalam persidangan seolah diabaikan.
Gugatan terhadap ATR/BPN Kota Bandar Lampung sebagai Tergugat dan Ida Purwati sebagai tergugat II intervensi menyebutkan beberapa sertifikat hak milik yang terbit pada 9 Juli 2021 dengan rincian sebagai berikut:
1. Sertifikat Hak Milik Nomor 15793 Kelurahan Sukabumi, terbit tanggal 9 Juli 2021, luas 83 m² atas nama Ida Purwati.
2. Sertifikat Hak Milik Nomor 15794 Kelurahan Sukabumi, terbit tanggal 9 Juli 2021, luas 83 m² atas nama Ida Purwati.
3. Sertifikat Hak Milik Nomor 15795 Kelurahan Sukabumi, terbit tanggal 9 Juli 2021, luas 83 m² atas nama Ida Purwati.
4. Sertifikat Hak Milik Nomor 15796 Kelurahan Sukabumi, terbit tanggal 9 Juli 2021, luas 84 m² atas nama Ida Purwati.
5. Sertifikat Hak Milik Nomor 15797 Kelurahan Sukabumi, terbit tanggal 9 Juli 2021, luas 83 m² atas nama Ida Purwati.
Semua sertifikat tersebut berada di Jalan Pulau Kalimantan Gang Sejahtera RT. 01 LK 3, Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Sukabumi, Bandar Lampung.
Namun, dalam fakta persidangan terungkap objek sengketa yang Yeti Yuningsih, ajukan pemilik sebelumnya, berbeda dengan objek sengketa yang Penggugat Bambang Sukisno klaim.
“Objek yang diajukan Penggugat terletak di Jalan Pulau Kalimantan Gang Sejahtera RT. 03 LK. 1, Kelurahan Sukabumi, Kecamatan Sukabumi, Kota Bandar Lampung,” ujarnya.
Bukti yang diajukan Tergugat menunjukkan adanya ketidaksesuaian lokasi dan perbedaan luas tanah, yakni selisih 600 meter persegi.
Hal itu menjadi pokok permasalahan dalam persidangan karena Tergugat tidak melakukan verifikasi yang memadai terhadap perbedaan tersebut.
Tak Ada Bukti
Bahkan, saksi dari Tergugat II Intervensi, Yeti Yuningsih, mengakui tidak ada bukti kepemilikan yang sah atas tanah seluas 600 meter persegi tersebut.
Dia melanjutkan, pada sidang 22 November 2024, terungkap dalam proses persidangan, kuasa hukum Tergugat II Intervensi diduga melakukan koordinasi dengan Ketua Majelis Hakim, yang disertai dengan bisikan mencurigakan.
Kejadian itu terjadi di ruang sidang persiapan, dengan Sidang Utama sedang digunakan untuk rapat Zoom.
Atas hal tersebut, Ketua Majelis Hakim, Rory, tidak memberikan konfirmasi. “Saya nggak dengar,” kata dia.
Hal tersebut makin memperkuat dugaan adanya keberpihakan dalam keputusan.
Masayu Robianti menilai hal itu menandakan terdapat bias dalam pengambilan keputusan yang tidak mencerminkan prinsip keadilan yang seharusnya diterapkan dalam persidangan. Untuk itu, pihaknya akan melakukan banding.
“Karena tidak mungkin selesai di sini. Kami akan ke PN Tanjung Karang karena ada dua kasus di sini. Ke PTUN untuk Pencoretan sertifikat dan di PN untuk perkara materilnya,” kata dia.
Bahkan, bila perlu akan membawa persoalan itu ke Komisi Yudisial (KY). “Beberapa kasus sebelumnya juga saya lapor ke KY dan hakim diperiksa agar ada efek jera. Kalau ke MA juga nanti bisa kita tanyakan ke Bawas,” kata dia.