Jakarta (Lampost.co) – Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar, mengungkapkan bahwa dirinya pernah menerima uang sebesar Rp.50 miliar untuk mengurus perkara perdata yang melibatkan perusahaan gula dalam kasus Marubeni. Perusahaan itu melibatkan Sugar Group Company melawan PT. Mekar Perkasa dan Marubeni Corporation.
Sementara pengakuan ini tersampaikan saat ia bersaksi sebagai saksi sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 7 Mei 2025. Zarof menyebutkan bahwa uang tersebut agar salah satu perusahaan gula memenangkan perkara tingkat kasasi.
“Ini uang yang paling besar yang saya terima,” ujar Zarof Ricar dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mengutip Media Indonesia group Lampung Post.
Baca Juga:
Namun, Zarof mengaku lupa apakah pihak yang memberikan uang itu adalah penggugat atau tergugat dalam perkara tersebut. Ia juga tidak mengingat secara pasti waktu kejadian, hanya memperkirakan kasus itu berlangsung antara tahun 2016 hingga 2018.
Kasasi
Kala itu, ia juga meyakini bahwa perusahaan tersebut akan memenangkan kasasi di MA. Itu setelah mengetahui rekam jejaknya dalam perkara gula.
“Saya dapat informasi bahwa perusahaan ini di pengadilan negeri menang, di pengadilan tinggi juga. Jadi, saya berspekulasi pasti menang ini,” ucap Zarof.
Kemudian Zarof Ricar menjadi terdakwa melakukan pemufakatan jahat berupa pembantuan untuk memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim uang senilai Rp5 miliar. Serta menerima gratifikasi senilai Rp915 miliar dan emas seberat 51 kilogram selama menjabat di MA untuk membantu pengurusan perkara pada tahun 2012 hingga 2022.
Selanjutnya, pemufakatan jahat dugaannya ia lakukan bersama penasihat hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat. Dengan tujuan suap kepada Hakim Ketua MA Soesilo dalam perkara Ronald Tannur pada tingkat kasasi pada tahun 2024.
Atas perbuatannya, Zarof Ricar melanggar Pasal 6 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.