Tri Umaryani , SP. M.Si,
(Mahasiswa, Program Doktor Ilmu Lingkungan Universitas Lampung Kepala Dinas Koperasi UMKM Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Lampung Barat)
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya alam yang berlimpah dan beragam. Kekayaan sumber daya alam tersebut menghasilkan berbagai produk nabati dan hayati yang mencirikan geografis darimana produk itu berasal. Indikasi Geografis merupakan konsep universal yang menunjukkanasal, kualitas dan karakteristik suatu barang.
Merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, Indikasi Geografis adalah suatutanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang dan/atau produk yangkarena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia ataukombinasi dari kedua faktor tersebut memberikan reputasi, kualitas, dankarakteristik tertentu pada barang dan/atau produk yang dihasilkan.
Indikasi geografis merupakan potensi ekonomi nasional Indonesia yang dapat memberikan nilai tambah komersial terhadap suatu produk karena keoriginalitasnya dan limitasi produk yang tidak bisa diproduksi di daerah lain. Indikasi Geografis ini akan memberikan perlindungan hukum produk yang memiliki mutu dan reputasi yang baik dan dijamin merupakan produk prestisius. Indikasi Geografis ini juga diyakini dapat digunakan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat di daerah karena produk yang dijual dengan strategi kewilayahan. Perlindungan hukum terhadap produk-produk Indikasi Geografis sudah seharusnya diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat di daerah.
Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu daerah penghasil komoditas kopi yang cukup besar di Propinsi Lampung, karenanya kopi robusta menjadi komoditas unggulan yang terus dikembang oleh pemerintah kabupaten. Agroklimat Kabupaten Lampung Barat sangat cocok untuk tanaman kopi yaitu memiliki curah hujan berkisar antara 2.500 – 3.000 mm per tahun. Regim kelembaban tergolong basah (udic), dengan kelembaban berkisar antara 50 – 80%.Kabupaten Lampung Barat memiliki tipe ekosistem dataran menengah dan tinggi (sub montana) yang menyebar hampir di semua wilayah. Adanya ekosistem tersebut menyebabkan Kabupaten Lampung Barat menjadi kaya akan keanekaragaman hayati yang mendukung ketersediaan plasmanutfah, salah satunya yang sudah dibudidayakan adalah dari famili rubiaceae yaitu jenis kopi robusta (Coffea robusta) yang cocok tumbuh di ekosistem sub montana. Ekosistem sub montana yang wilayahnya meliputi 15 kecamatan, dicirikan dengan adanya alur sungai yang panjang membentuk sistem Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengalir hingga ke kabupaten lainnya baik yang berada di Provinsi Lampung maupun ke Provinsi Sumatera Selatan. Ekosistem ini memiliki sumberdaya air yang melimpah guna dimanfaatkan bagi peningkatan produktivitas sektor pertanian, kebutuhan dasar pemukiman dan pengembangan energi baru terbarukan. Penciri lainnya adalah keberadaan kawasan hutan baik hutan negara maupun hutan adat serta keanekaragaman hayati yang ada didalamnya.
Dengan luas areal seluas 53 ribu Ha lebih dan produksi mencapai 57 ribu ton lebih, Kabupaten Lampung Barat ditetapkan sebagai Kawasan Perkebunan Kopi Nasional oleh Menteri Pertanian Republik Indonesia dan telah mendapatkan Sertifikasi Indikasi Geografis oleh Dirjen Hak Kekayaan Intelektual, Kemenkumham RI pada tanggal 13 mei 2014 dengan Nama “KOPI ROBUSTA LAMPUNG”. di 3 (tiga) Kabupatenpenghasil kopi terbesar di Lampung yaitu Kabupaten Lampung Barat, Kabupaten Way Kanan, dan Kabupaten Tanggamus.Tentu ini akan dapat memberi keuntungan pada agribisnis kopi Lampung Barat. Dengan demikian, kopi Lampung Barat yang menjadi produk Indikasi Geografis dianggap sebagai produk prestisius dan memberikan jaminan atas produk yang dihasilkan Kabupaten Lampung Barat. Sertifikasi Indikasi Geografis ini sejatinya tidak saja memberi peningkatan secara ekonomis, namun juga memiliki dampak panjang terhadap kemajuan sektor Pariwisata [Ganindha,2020]. Hal ini dikarenakan, Produk Indikasi Geografis secara umum memberikan informasi kepada masyarakat bahwa ada korelasi antara wilayah dimana produk tersebut dihasilkan [Deslaely, 2021].
Pengenalan Indikasi Geografis diharapkan dapat memberikan nilai tambah seperti:
1. kemajuan dan perkembangan kelompok tani/masyarakat,
2. percepatan pengembangan wilayah khususnya yang mempunyai tempat wisata, dan
3. peningkatan daya saing produk dimaksud dipasar domestik maupun internasional,
Namun demikian, dampak positif pengenalan indikasi geografis ini masih belum memberikan nilai tambah bagi pemerintah daerah dan masyarakat khususnya petani kopi. Kendala yang sering muncul adalah kurangnya pemahaman terkait Indikasi Geografis, baik pedagang maupun konsumen dan kurangnya komunikasi yang baik antara pengelola dengan para stakeholder. Selain itu edukasi tentang pentingnya Indikasi Geografis dan kecintaan terhadap seni khas daerah bagi masyarakat juga masih kurang [Deslaely, 2021]. Menurut [Karim, 2016], Indikasi Geografis juga belum dapat dilaksanakan karena dukungan dari Pemerintah Daerah dan masyarakat masih rendah dan belum menjadibagian dalam rencana pembangunan ekonomi lokal. Isu pemalsuan produk yang merupakan tindakan pelanggaran kekayaan intelektual juga dapat menciderai nilai tambah dari produk Indikasi Geografis. Kendala utama adalah belum dicarinya produk kopi robusta yang memiliki indikasi geografis sebagai tanda mutu produk, sehingga pasar produk ini belum ada. Dengan demikian maka indikasi geografis kopi robusta belum mampu memberikan peningkatan harga kopi.
Berdasarkan pertimbangan terhadap segala kendala yang sudah disebutkan di atas, maka analisis akar masalah yang menyebabkan terkendalanya penerapan Indikasi Geografis di Indonesia sangat penting dilakukan untuk menentukan solusi agar Indikasi Geografis dapat diaplikasikan secara efektif. Menurut Anandya (2020) akar masalah yang menjadi penyebab ketidakefektifan implementasi Indikasi Geografis di Indonesia, yang pertama adalah kurangnya rasa butuh (sense of need) akan pentingnya Indikasi Geografis dan pengawalan implementasinya. Akar masalah yang kedua yaitu koordinasi (coordination) antara pemerintah daerah dan pusat, serta stakeholder terkait.
Oleh karena itu, solusi yang dapat diusulkan adalah membangun komitmen yang kuat dari para pemangku kepentingan agar di masa depan dapat melayani, membimbing dan melindungi Indikasi Geografis agar sesuai dengan tujuan dan harapan melalui:
1. memberikan layanan informasi produk indikasi geografis yang jelas dan dapat dipahami oleh masyarakat sehingga masyarakat memahami nilai dan kualitas produk indikasi geografis;
2. Membranding produk IG sehingga memberikan daya tarik bagi konsumen dan memberi nilai jual dan pembeda produk IG dengan produk lainnya;
3. memfasilitasi dan/atau memberikan dukungan seperti akses pemasaran, pelatihan, maupun pendampingan kepada Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis (MPIG);
4. mendorong penguatan kelembagaan MPIG sebagai lembaga kontrol untuk memastikan bahwa produk IG yang dihasilkan memiliki kualitas dan karakteristik yang sesuai dengan SOP yang telah ditetapkan sekaligus memasarkan produk IG.
5. Membentuk forum pelaku usaha dan MPIG untuk mempromosikan dan menemukan pasar yang tepat.
6. meningkatkan pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah daerah dan pemerintah pusat.
Referensi:
1. Sertifikat Indikasi-Geografis Kopi robusta Nomor ID G 000000026 tanggal 13 Mei 2014
2. Gubernur lampung peraturan gubernur lampung nomor 43 tahun 2015 tentang tata kelola dan tata niaga kopi di provinsi lampung
3. Asma Karim dan Dayanto (2016). Perlindungan Hukum dan Pengembangan Potensi Indikasi Geografis Minyak Kayu Putih Pulau Buru, Jurnal RechtsVinding Media Pembinaan Hukum Nasional
4. Ranitya Ganindha dan Sukarmi (2020). Peran pemerintah daerah dalam mendukung potensi indikasi geografis produk pertanian, jurnal cakrawala hukum
5. Anandya Vanessa Isnidayu (2020). Analisis Akar Masalah Dalam Pelaksanaan Perlindungan Indikasi Geografis Di Indonesia, LPDPUGM
6. Deslaely Putrant dan Dewi Analis Indriyani (2021). Perlindungan indikasi geografis oleh masyarakat perlindungan indikasi geografis pasca sertifikasi di yogyakarta, Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum. ***