MEMASUKI penghujung 2025, Indonesia kembali menunjukkan ketangguhannya di tengah gejolak ekonomi global. Saat harga pangan dan energi masih berfluktuasi, tensi geopolitik belum sepenuhnya mereda, dan prospek pertumbuhan ekonomi dunia cenderung melambat, perekonomian nasional tetap melaju stabil. Pertumbuhan ekonomi solid di atas lima persen, inflasi terkendali, dan daya beli masyarakat yang tetap kuat, mengindikasikan fondasi ekonomi yang resilien ditengah tingginya ketidakpastian global.
Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini berada di atas titik tengah kisaran 4,6–5,4%, ditopang oleh konsumsi rumah tangga yang tetap tangguh, investasi yang meningkat, dan ekspor yang mulai pulih. Inflasi juga diprakirakan terjaga dalam kisaran target 2,5 ±1%, nilai tukar rupiah stabil, dan Neraca Pembayaran Indonesia mencatat surplus.
Untuk menjaga stabilitas sekaligus mendukung pertumbuhan, Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Oktober 2025 memutuskan untuk mempertahankan tingkat suku bunga acuan (BI-Rate) di level 4,75%, dengan deposit facility 3,75% dan lending facility 5,50%.
Kebijakan suku bunga ini menjadi jangkar penting bagi stabilitas ekonomi, termasuk di tingkat daerah yang diarahkan agar likuiditas perbankan tetap longgar dan memastikan penyaluran kredit produktif bisa terus mengalir ke sektor riil, sehingga mampu menopang pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
Dalam hal ini, Lampung memegang peran strategis sebagai simpul utama ekonomi di Sumatera bagian selatan. Sebagai pintu gerbang antara Jawa dan Sumatera, Lampung tak hanya menjadi jalur vital logistik dan perdagangan, tetapi juga rumah bagi sektor-sektor produktif yang menopang ketahanan pangan nasional dan industri pengolahan berbasis komoditas.
Kinerja perekonomian Lampung tetap stabil di tengah ketidakpastian global. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, ekonomi Lampung tumbuh 5,04% (yoy) pada triwulan III-2025, relatif stabil dibanding 5,09% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Pertumbuhan tersebut ditopang oleh kuatnya konsumsi rumah tangga dan investasi, meski ekspor masih tertahan oleh lemahnya permintaan global. Sementara itu, struktur ekonomi Lampung tetap tangguh, ditopang oleh tiga sektor utama, yakni pertanian, industri pengolahan, serta perdagangan besar dan eceran.
Perkembangan sejumlah indikator juga memberikan sinyal positif yang memperkuat momentum pertumbuhan di Bumi Ruwa Jurai. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Lampung meningkat menjadi 114,25 pada triwulan III-2025, mencerminkan masyarakat yang semakin optimistis terhadap kondisi ekonomi dan prospek penghasilan ke depan. Selain itu, rata-rata Nilai Tukar Petani (NTP) pada periode yang sama mencapai 126,06, menjadi indikasi bahwa daya beli petani tetap terjaga di tengah transisi iklim dan normalisasi pola tanam pasca berakhirnya El Nino. Kinerja subsektor tanaman pangan bahkan terus membaik, dengan NTPP (NTP subsektor Tanaman Pangan) meningkat menjadi 104,91 dari sekitar 101,6 pada triwulan sebelumnya. Sebagai subsektor utama Pertanian Lampung, peningkatan tersebut menjadi faktor penting dalam menjaga daya beli pekerja secara umum.
Dari sisi produksi, aktivitas industri pengolahan di Lampung tetap ekspansif. Prompt Manufacturing Index (PMI) Lampung tercatat 60,97% pada triwulan III-2025, masih berada di zona ekspansi. Optimisme pelaku usaha terhadap permintaan domestik dan prospek produksi tetap tinggi, terutama di sektor makanan dan minuman yang menjadi tulang punggung industri daerah.
Geliat positif permintaan domestik juga tercermin dari sisi investasi. Data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Lampung terakselerasi menjadi Rp3,57 triliun atau tumbuh lebih dari dua kali lipat dibanding capaian periode yang sama di tahun sebelumnya. Penanaman Modal Asing (PMA) juga meningkat 10,14% (yoy), mencerminkan kuatnya kepercayaan investor terhadap prospek ekonomi daerah dan iklim usaha yang semakin kondusif.
Di sektor pertanian, berbagai program peningkatan produktivitas mulai menunjukkan hasil. Intensifikasi pertanian yang meliputi optimalisasi lahan, peningkatan alokasi pupuk bersubsidi, penggunaan bibit unggul, dan mekanisasi pertanian mendorong efisiensi dan kenaikan hasil panen. Berdasarkan Kementerian Pertanian, hingga pertengahan September 2025, Lampung telah menyelesaikan 92% target optimalisasi lahan seluas 19,5 ribu hektar, salah satu capaian tertinggi di Sumatera. Hasilnya bukan hanya peningkatan produksi, tetapi juga tecermin dari kenaikan daya beli petani yang pada akhirnya turut mendukung kinerja ekonomi dari sisi konsumsi.
Serangkaian capaian tersebut memperkuat keyakinan bahwa perekonomian Lampung akan menutup tahun 2025 dengan kinerja solid. Konsumsi masyarakat tetap kokoh, investasi tumbuh positif, dan sektor produktif terus beradaptasi di tengah dinamika global. Dengan sinergi kebijakan moneter, fiskal, dan sektor riil yang konsisten, serta koordinasi erat antara pemerintah pusat, daerah, dan Bank Indonesia, daya tahan ekonomi diharapkan tetap terjaga sekaligus mendorong pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan demikian, Indonesia, khususnya Lampung, tidak hanya mampu bertahan di tengah ketidakpastian, tetapi juga terus tumbuh dengan penuh optimisme.





