Bandar Lampung (Lampost.co): Provinsi Lampung mencatat inflasi 0,36 persen month-to-month (mtm) pada November 2025, meningkat dibandingkan Oktober namun tetap berada pada level yang dinilai stabil. Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Lampung Bimo Epyanto menegaskan bahwa realisasi tersebut masih lebih rendah daripada kecenderungan inflasi historis November dalam tiga tahun terakhir.
“Kenaikan inflasi pada November masih dalam batas wajar. Secara tahunan, inflasi Lampung tetap rendah, yaitu 1,14 persen year-on-year (yoy),” kata Bimo dalam keterangan resmi di Bandar Lampung.
Baca juga: Metro–Kulon Progo Teken Kerja Sama Pasokan Stabilitas Harga Cabai Merah untuk Redam Inflasi
Kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) terutama dipicu oleh naiknya harga sejumlah komoditas pangan. Cabai merah memberikan andil tertinggi sebesar 0,09 persen, disusul bawang merah 0,08 persen, emas perhiasan 0,07 persen, dan wortel 0,04 persen.
Menurut Bimo, harga cabai merah naik seiring menurunnya pasokan setelah masa panen serta penurunan kualitas produksi akibat curah hujan yang tinggi. “Bawang merah juga terdampak penurunan pasokan dari sentra di Jawa akibat mahalnya benih dan gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT),” ujarnya.
Kenaikan harga emas perhiasan mengikuti tren kenaikan harga emas global di tengah ketidakpastian geopolitik internasional.
Sejumlah komoditas justru menahan inflasi, terutama salak, makanan hewan peliharaan, dan beras dengan kontribusi negatif masing-masing -0,03 persen, -0,02 persen, dan -0,02 persen. Turunnya harga beras didorong oleh pasokan panen gadu yang masih berlangsung serta distribusi beras program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang dijalankan Perum Bulog.
Risiko Menjelang Akhir Tahun
Meskipun inflasi masih berada dalam sasaran 2,5±1 persen (yoy) pada akhir 2025, BI Lampung menilai sejumlah risiko perlu dicermati. Risiko tersebut antara lain peningkatan permintaan masyarakat menyusul momentum Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal dan Tahun Baru (Nataru). Kemudian, dampak kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) Lampung, kenaikan harga emas dunia, potensi kenaikan harga beras setelah berakhirnya panen gadu. Selanjutnya, gangguan pasokan antarwilayah akibat meningkatnya bencana hidrometeorologi, dan curah hujan tinggi yang dipicu fenomena La Niña meskipun dalam kategori lemah.
“Faktor cuaca, distribusi, dan permintaan menjelang Nataru harus diwaspadai agar tidak menimbulkan lonjakan harga, terutama untuk komoditas hortikultura,” ujar Bimo.
Untuk meredam tekanan harga, BI bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Lampung melanjutkan strategi 4K, yakni keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif.
Langkah tersebut mencakup operasi pasar beras/SPHP yang lebih terarah, perluasan Toko Pengendalian Inflasi, penguatan kerja sama antar daerah (KAD) untuk memastikan aliran pasokan, percepatan program swasembada pangan, hingga dukungan Subsidi Ongkos Angkut (SOA) guna memastikan kelancaran distribusi.
Bimo menegaskan pentingnya sinergi lintas instansi. “Dengan kolaborasi yang kuat dan kebijakan yang konsisten, kami optimistis inflasi Lampung tetap terkendali hingga akhir tahun,” katanya.






