Lampung Utara (lampost.co) – Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung (RIL) bersama Fakultas Tarbiyah dan Keguruan (FTK) berkolaborasi dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam (Ditjen Pendis) Kementerian Agama RI dalam sosialisasi Kurikulum Berbasis Cinta (KBC). Kegiatan yang berlangsung di Gedung Pusiban, Kotabumi Selatan, Selasa (9/9/2025), menjadi langkah awal penerapan kurikulum tersebut di lingkungan pendidikan Islam.
Direktur KSKK Madrasah Ditjen Pendis, Prof. Dr. Hj. Nyayu Khodijah, S.Ag., M.Si., memaparkan pentingnya KBC sebagai upaya membentuk karakter generasi masa depan. Menurutnya, gagasan ini lahir dari kegelisahan Menteri Agama atas dua persoalan besar bangsa, yakni krisis kemanusiaan dan kerusakan lingkungan.
“Kurikulum Berbasis Cinta adalah harapan bagi generasi muda, khususnya siswa madrasah. Pada 2045, mereka diharapkan menjadi pemimpin masa depan yang tidak hanya cerdas intelektual, tetapi juga cerdas sosial dan emosional,” kata Prof. Nyayu.
Landasan KBC: Cinta Sebagai Inti Ajaran Agama
Prof. Nyayu menegaskan bahwa inti ajaran agama adalah cinta. Ia mengutip makna mendalam dari Al-Qur’an: Al-Fatihah diperas menjadi Bismillahirrahmanirrahim, dan jika diperas lagi intinya adalah Ar-Rahman, yakni cinta dan kasih sayang.
Dalam KBC, terdapat Panca Cinta, yaitu cinta kepada Allah dan Rasul, cinta ilmu pengetahuan, cinta lingkungan, cinta diri dan sesama, serta cinta tanah air. Nilai-nilai tersebut dipandang relevan untuk membangun generasi religius, berempati, serta peduli terhadap alam dan sesama.
Dimensi Religiusitas dalam Pendidikan
Prof. Nyayu juga menguraikan lima dimensi religiusitas yang menjadi tolok ukur keberagamaan seseorang: keimanan, pengetahuan, penghayatan, peribadatan, dan pengamalan. Selama ini, menurutnya, pendidikan agama lebih banyak menekankan tiga dimensi, sementara aspek penghayatan sering terabaikan.
“KBC hadir bukan untuk mengganti kurikulum nasional, tetapi untuk mengisi ruang kosong dalam aspek emosional. Guru yang baik adalah yang memperlakukan peserta didik layaknya anaknya sendiri, penuh kasih sayang dan toleransi,” ujarnya.
Implementasi di Madrasah dan Pesantren
Ia menegaskan, keberhasilan KBC tidak hanya ditentukan guru agama, tetapi juga seluruh warga madrasah, termasuk kepala sekolah, guru mata pelajaran lain, hingga tenaga kependidikan. Indikator keberhasilannya pun tidak sekadar nilai akademik, melainkan lahirnya madrasah ramah lingkungan, ramah anak, serta terciptanya kesejahteraan siswa secara mental dan spiritual.
“KBC adalah cita-cita besar. Inisiasi ini lahir dari cinta Menteri Agama untuk anak-anak Indonesia, disusun dengan cinta, dan semoga diimplementasikan dengan cinta pula,” pungkas Prof. Nyayu.
UIN Raden Intan Lampung Siap Jalankan KBC
Wakil Rektor III UIN Raden Intan Lampung, Prof. Dr. Idrus Ruslan, M.Ag., menyambut baik hadirnya KBC. Ia menekankan bahwa keberagaman etnis, budaya, dan agama harus dipandang sebagai anugerah.
“Melalui KBC, kita berharap lahir generasi yang tidak hanya cerdas intelektual, tetapi juga memiliki empati dan kepedulian terhadap sesama, meski berbeda latar belakang,” ujarnya.
Kegiatan sosialisasi ini turut menghadirkan Tim Pengembangan Kurikulum Berbasis Cinta dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), yakni Prof. Dr. Rudi Susilana, M.Si. dan Dr. Rusman, M.Pd., serta diikuti oleh 250 guru madrasah dan pondok pesantren se-Lampung Utara.