Bandar Lampung (Lampost.co) — UKM F Mahkamah Universitas Lampung (Unila) menggelar Diskusi Online bersama KPU RI dan Bawaslu RI serta akademisi hukum tata negara kampus setempat, Kamis, 14 Mei 2020.
Komisi Pemilihan Umum RI diwakili Hasyim As’ari, S.H., M.Si., Ph.D., sedangkan Bawaslu RI diwakilkan oleh Dr. Ratna Dewi Pettalolo, S.H., M.H., dan Dr. Budiono, S.H., M.H., selaku akademisi dari Universitas Lampung. Sementara moderator, yakni salah satu mahasiswa Unila Ganiviantara Pratama.
Meski dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19, Ketua Umum UKM-F Mahkamah Ragil Jaya Tamara mengatakan, pemanfaatan teknologi sangat membantu menghidupkan budaya diskusi di kalangan mahasiswa saat ini. Tentunya budaya diskusi harus terus dihidupkan walaupun dalam kondisi-kondisi sulit seperti sekarang.
Mengusung tema “Menakar Kesiapan Penyelenggara dalam Pilkada Serentak 2020 di Tengah Pandemi Covid-19”, diskusi mengangkat banyak sekali pembahasan yang diungkapkan masing-masing pemateri.
Seperti diungkapkan Ratna Dewi yang menilai bahwa penyelenggaraan pilkada harus tetap mendapatkan pengawasan ekstra dalam eksekusinya nanti. Pelanggaran pasti tidak akan luput dari pelaksanaan pilkada serentak pada 9 Desember 2020. Misalnya pelanggaran administrasi TSM dan bentuk-bentuk pelanggaran pidana yang sudah diatur Undang-Undang.
Bawaslu menopang tanggung jawab besar mewujudkan keadilan dalam pilkada serentak kali ini. Bawaslu juga sudah mempersiapkan berbagai mekanisme sebagai upaya pencegahan segala bentuk pelanggaran.
Tidak berbeda dengan yang dinyatakan Hasyim As’ari dari pihak KPU RI. Ia mengatakan, pelaksanaan pilkada serentak masih harus dipersiapkan berbagai pihak terkait. KPU saat ini dihadapkan dengan kondisi luar biasa berbeda dengan kondisi pilkada biasanya.
Mekanisme yang akan digunakan KPU selaku penyelenggara juga harus matang sebab jika memaksakan pilkada tetap berlangsung dalam kondisi yang tidak memungkinkan akan berakibat buruk terhadap masyarakat.
Pihak-pihak terkait juga harus mengkaji lebih lanjut mengenai hal ini. “Kita bisa melihat contoh pelaksanaan pilkada serentak di negara lain pada masa pandemi seperti ini. Misalnya saja di Korea Selatan yang tetap efektif menyelenggarakan pilkada serentak mereka,” ujarnya.
Pandangan lain juga diuraikan Dr. Budiono selaku akademisi hukum tata negara. Menurutnya, pelaksanaan pilkada ideal dilaksanakan pada tahun 2021. Pelaksanaan pilkada tidak bisa terburu-buru karena hal itu menentukan kualitas pilkada itu sendiri.
Kualitas para pemimpin yang akan memimpin setiap daerah akan dipertaruhkan dalam pilkada serentak ini. Potensi-potensi pelanggaran yang semakin masif seperti politik uang akan rentan terjadi pada masa seperti ini.
Tentunya harus ditekankan kembali bahwa pilkada serentak bukan hanya persoalan mencoblos surat suara melainkan memiliki mekanisme panjang dalam proses pelaksaaannya.