Thursday, August 21, 2025
universitaslampung
  • Berita Terkini
  • Headline
  • Inspirasi
  • Kabar KKN
  • Kolom Pakar
  • Prestasi Mahasiswa
No Result
View All Result
  • Berita Terkini
  • Headline
  • Inspirasi
  • Kabar KKN
  • Kolom Pakar
  • Prestasi Mahasiswa
No Result
View All Result
universitaslampung
No Result
View All Result
Home Berita Terkini

Dampak Penambangan Pasir Laut

adminmicroweb by adminmicroweb
March 17, 2020
in Berita Terkini, Headline, Kolom Pakar
0
0
SHARES
0
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter
Erdi Suroso Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Lingkungan Hidup Unila

PROVINSI Lampung meliputi areal daratan sekitar seluas 35.288,35 km2 dengan luas perairan laut diperkirakan sekitar 24.820 km2. Sementara itu, panjang garis pantai Provinsi Lampung sekitar 1.105 km, yang membentuk empat wilayah pesisir: Pantai Barat (221 km), Teluk Semaka (200 km), Teluk Lampung dan Selat Sunda (160 km), serta Pantai Timur (270 km).

Wilayah Lampung yang memiliki pesisir laut sebanyak tujuh kabupaten/kota, yaitu Pesisir Barat, Tanggamus, Pesawaran, Bandar Lampung, Lampung Selatan, Lampung Timur, dan Tulangbawang.

Kegiatan penambangan bersifat strategis bagi suatu daerah dalam meningkatkan sektor industri dan perekonomian. Khusus untuk daerah di pesisir pantai, salah satu kegiatan penambangan adalah penambangan pasir laut yang dilakukan di sekitar pesisir atau dapat juga dilakukan di tengah laut, baik dengan alat tradisional ataupun menggunakan alat yang lebih modern.

Menurut Keputusan Presiden No. 33 Tahun 2002, pasir laut merupakan bahan galian pasir yang terdapat di seluruh pesisir dan perairan laut Indonesia, yang tidak digolongkan menjadi bahan galian golongan A dan/atau B menurut segi ekonomisnya dan pasir laut adalah salah satu sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.

Namun, penambangan pasir laut masih diperbolehkan menurut peraturan perundang-undangan yang ada apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan penambangan pasir laut yang telah ditentukan. Meskipun demikian, penambangan pasir laut juga masih saja dilakukan dengan cara ilegal atau menyalahi peraturan yang ada.

Pasal 36 Ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 mewajibkan setiap usaha atau kegiatan yang wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) untuk memiliki izin lingkungan. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha/kegiatan yang wajib amdal atau upaya kelola lingkungan hidup (UKL)-upaya pemantauan lingkungan hidup (UPL) dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha dan/atau kegiatan.

Penambangan pasir di laut dilarang dilakukan di laut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 dan direvisi dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dalam Pasal 35, tertulis bahwa dilarang melakukan penambangan pasir jika dapat merusak ekosistem perairan.

Pasal 35 Ayat (1) menyatakan melakukan penambangan pasir pada wilayah yang apabila secara teknis, ekologis, sosial, dan/atau budaya menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau pencemaran lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya dan melanggar Pasal 109 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Selain itu, Provinsi Lampung juga telah memiliki Perda Lampung No 1/2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Lampung Tahun 2018—2038 yang mengatur tata ruang di pesisir dan pulau-pulau kecil, sehingga peruntukannya menjadi jelas ada yang dipakai peruntukan pariwisata, kelautan dan perikanan, dipakai untuk peruntukan ESDM, peruntukan kehutanan, dan lainnya.

Nasib Nelayan

Salah satu peristiwa pembakaran kapal oleh masyarakat di wilayah pesisir Kecamatan Labuhanmaringgai, Kabupaten Lampung Timur, yang diduga milik perusahaan terjadi pada Sabtu, 7 Maret 2020, merupakan bentuk penolakan oleh masyarakat terhadap upaya eksploitasi pasir laut. Penolakan masyarakat nelayan ini merupakan bagian perjuangan meneguhkan hak konstitusional mereka. Hak atas lingkungan hidup dan perairan yang baik dan sehat, serta mempertimbangkan keberlanjutan kehidupan nelayan.

Selain itu, masyarakat Pesisir Pulau Sekopong, Perairan Syahbandar, dan sekitarnya juga menolak rencana aktivitas pertambangan pasir laut tersebut karena akan merusak wilayah tangkap nelayan pesisir Kabupaten Lampung Timur, merusak ekosistem budi daya kepiting rajungan, dan berpotensi menenggelamkan Pulau Sekopong.

Berdasarkan Pasal 66 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH), setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata. Penjelasan pasal ini untuk melindungi korban atau pelapor yang menempuh cara hukum akibat pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Ini untuk mencegah tindakan pembalasan dari terlapor melalui pemidanaan atau gugatan perdata.

Imbas Penambangan Ilegal

Dampak negatif yang diperoleh dari penambangan pasir laut karena penambangan pasir laut secara ilegal dapat menyebabkan kerusakan ekosistem laut dalam waktu lama dan waktu pemulihannya pun tidaklah secara cepat dilakukan. Beberapa dampak negatif yang nyata terlihat dari penambangan pasir laut adalah sebagai berikut.

(1) Meningkatkan abrasi pesisir pantai dan erosi pantai. (2) Menurunkan kualitas lingkungan perairan laut dan pesisir pantai. (3) Semakin meningkatnya pencemaran pantai. (3) Penurunan kualitas air laut yang menyebabkan semakin keruhnya air laut. (4) Rusaknya wilayah pemijahan ikan dan daerah asuhan. (5) Menimbulkan turbulensi yang menyebabkan peningkatan kadar padatan tersuspensi di dasar perairan laut. (6) Meningkatkan intensitas banjir air rob, terutama di pesisir daerah yang terdapat penambangan pasir laut.

(7) Merusak ekosistem terumbu karang dan fauna yang mendiami ekosistem tersebut. (8) Semakin tingginya energi gelombang atau ombak yang menerjang pesisir pantai atau laut. Hal ini dikarenakan dasar perairan yang sebelumnya terdapat kandungan pasir laut menjadi sangat curam dan dalam sehingga hempasan energi ombak yang menuju ke bibir pantai akan menjadi lebih tinggi karena berkurangnya peredaman oleh dasar perairan pantai. (9) Timbulnya konflik sosial antara masyarakat yang pro-lingkungan dan para penambang pasir laut.

Dari pemaparan itu, sudah saatnya pemerintah daerah secara khusus yang berwenang dalam mengatur penambangan pasir laut melakukan kajian ulang dalam menyikapi penambangan pasir laut, baik yang legal maupun ilegal. Penambangan pasir laut merupakan kegiatan yang memiliki dua sisi yang bertolak belakang, di satu sisi meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakatnya dan di sisi lain hal ini dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan ekosistem pesisir pantai dan laut.

Opsi Antisipasi

Adapun beberapa langkah alternatif pemecahan masalah yang dapat dilakukan untuk mengatur dan membatasi penambangan pasir laut adalah sebagai berikut. (1) Pemerintah daerah, khususnya Pemprov Lampung, sudah seharusnya menentukan dan mengkaji kembali peraturan daerah mengenai tata ruang laut dan pesisir secara berkala dengan semua elemen yang terkait. (2) Peninjauan kembali izin lingkungan, izin usaha pertambangan (IUP) eksploitasi wilayah penambangan pasir laut yang telah dimiliki perusahaan yang melakukan kegiatan penambangan pasir laut disesuaikan dengan Perda Lampung Nomor 1/2018 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Lampung Tahun 2018—2038.

(3) Perusahaan penambangan pasir laut berkoordinasi dengan pemangku kepentingan di wilayah Kecamatan Labuhanmaringgai dan mengupayakan alternatif pengembangan sektor ekonomi lain dalam meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat di sekitar pesisir, misalnya pembudidayaan rajungan, perikanan air payau, pembudidayaan udang galah dan lainnya; (4) Meningkatkan program penanaman pohon bakau atau mangrove.

(5) Mencabut izin usaha pertambangan (IUP) eksploitasi penambangan pasir laut yang telah dimiliki perusahaan yang melanggar peraturan dan pelarangan penambangan pasir laut secara ilegal dengan membuat peraturan hukum yang mengikat dengan denda yang sebesar-besarnya. (6) Sosialisasi manfaat hutan bakau atau mangrove untuk menjaga ekosistem pesisir dan laut. (7) Melakukan patroli daerah pesisir dan laut oleh pihak yang berwenang dalam mengawasi penambangan air laut yang telah memiliki izin.

Previous Post

Puslitbang Inkubator Bisnis Seleksi 14 Tim CPPBT

Next Post

Waspada Covid-19, Unila Terapkan Virtual Class

Next Post

Waspada Covid-19, Unila Terapkan Virtual Class

Recent Posts

  • Wamenag RI Kunjungi UIN Raden Intan Lampung, Apresiasi Prestasi Kampus Hijau
  • UIN Raden Intan Lampung Gandeng Onework Solutions Malaysia, Siapkan Mahasiswa Hadapi Gig Economy
  • Unila Dukung Visi Gubernur Lampung Menuju Indonesia Emas
  • Unila Gelar Pengajian Sambut Ramadan 1446 H, Ustaz Abdullah Kafi Hamdan Bahas Keutamaan Puasa
  • Unila Gelar Pengajian Isra Mikraj dan Launching Sahara 1446 H di Masjid Al-Wasii

Recent Comments

No comments to show.
Facebook Twitter

Iklan dan Sirkulasi

Dat Suranta Ginting : 0822 6991 0113

Alamat
Jalan Soekarno Hatta No.108
Hajimena, Natar – Lampung Selatan – Lampung

Phone : (0721) 783-693
Fax : (0721) 783-578
Email : redaksi@lampost.co

Copyright © 2025. Lampost.co - Media Group, All Right Reserved.

No Result
View All Result
  • Berita Terkini
  • Headline
  • Inspirasi
  • Kabar KKN
  • Kolom Pakar
  • Prestasi Mahasiswa

Copyright © 2025. Lampost.co - Media Group, All Right Reserved.