Jakarta (Lampost.co) – Analis militer Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengemukakan bentrok antaraparat bukan jadi penanda kerja sama TNI-Polri gagal.
“Tidak juga ya. Kasus bentrok itu persentasenya sangat kecil ketimbang banyaknya aktivitas bersama oleh kedua institusi itu,” ujar Khairul kepada Media Indonesia (Grup Lampung Post), Rabu, 17 April 2024.
“Kasus-kasus bentrok ini bukan penanda bahwa kerja sama TNI dan Polri gagal. Jargon TNI-Polri solid hanya kuat di elite tapi tidak sampai ke bawah,” tambahnya.
Menurutnya, ada kesan bahwa kedua institusi ini terlalu “akrab”. Hal itu justru bisa berpotensi mengaburkan garis demarkasi, memisahkan fungsi TNI dan fungsi Polri yang menjadi salah satu agenda reformasi.
Khairul menjelaskan kasus-kasus bentrok menjadi perhatian bukan karena frekuensinya. Melainkan banyak terjadi di ruang publik di mana masyarakat beraktivitas.
Khairul menyebut ketika bentrok terjadi, ada risiko terhadap keselamatan warga.
Selain itu, kasus-kasus bentrok juga menyita perhatian. Pasalnya, masyarakat melekatkan status integritas moral dan penghormatan pada personel kedua institusi itu.
“Makanya kalau ada benturan antara keduanya, pasti jadi keprihatinan,” tandasnya.
Sebelumnya, terjadi bentrok antara sejumlah personel Polisi Militer TNI AL (POM AL) Lantamal XIV/Sorong dengan anggota Brimob Polda Papua Barat Batalyon B Sorong, Minggu (14/4) pagi sekitar pukul 09.30 WIT.
Dugaannya terjadi salah paham antara oknum anggota Brimob dan POM AL di Pelabuhan laut Sorong. Kemudian berdampak pada perkelahian antara sesama aparat. Akibatnya, sejumlah personel kepolisian dan TNI AL mengalami luka-luka.
Dampak lain dari bentrokan itu, sejumlah fasilitas rusak, seperti Terminal Pelabuhan Laut Sorong, Polsek KP3 Laut, Pos Lantas Drive Thrue Kuda Laut. Selain itu, 2 Pos Pengamanan Idulfitri Polresta Sorong Kota di Jalan Yos Sudarso, Kampung Baru.