Jakarta (Lampost.co)— Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap adanya anak-anak di bawah 10 tahun yang sudah terlibat dalam perjudian online.
Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana, menyampaikan temuan ini dalam rapat kerja bersama Komisi III DPR RI di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu, 6 November.
Menurut Ivan, kini masyarakat dapat melakukan deposit dengan nominal yang lebih kecil, yang justru menarik minat anak-anak untuk ikut bermain.
Baca juga: Kelompok Milenial Dukung Pemberantasan Judi Online
“Jika sebelumnya judi online membutuhkan transaksi bernilai jutaan, sekarang dengan Rp10.000 pun sudah bisa bermain. Ini membuat transaksi semakin masif,” jelasnya.
Ivan menambahkan bahwa pemain judi online kini semakin muda, dengan sebagian besar pelaku berada pada rentang usia yang semakin rendah, bahkan di bawah 10 tahun. Populasi pemain judi online pun terus bertambah.
PPATK juga mencatat bahwa sebagian besar pelaku judi online menghabiskan lebih dari gaji bulanan mereka untuk bermain. Menurut data PPATK dari 2017 hingga 2023, rata-rata pemain judi online bertransaksi dengan nominal kecil. Namun secara persentase signifikan dari pada penghasilannya.
Ivan memaparkan bahwa mereka yang berpenghasilan sekitar Rp1 juta per bulan mengalokasikan hingga 69,95% dari gajinya untuk judi online.
Sementara mereka yang berpenghasilan Rp1 juta hingga Rp2 juta mengalihkan 41,35% pendapatannya. Bagi yang berpenghasilan Rp10 juta hingga Rp20 juta. Sekitar 34,68% dialihkan untuk judi online, dan bagi mereka yang berpenghasilan Rp2 juta hingga Rp5 juta. Sekitar 33,06% dihabiskan untuk kegiatan tersebut.
“Dulu, orang yang bergaji Rp1 juta mungkin hanya menghabiskan Rp100 ribu hingga Rp200 ribu untuk judi online. Tetapi sekarang bisa mencapai Rp900 ribu. Kita melihat semakin banyak masyarakat yang kecanduan judi online,” tegas Ivan.