Jakarta (Lampost.co) — Sebanyak 20 orang peserta seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK). Mulai dari politikus hingga hakim lolos seleksi profile assessment.
Ketua Pansel KPK Muhammad Yusuf Ateh menyebut puluhan nama yang lolos itu nantinya akan mengikuti tahapan wawancara dan tes jasmani yang diselenggarakan pada 17-18 September 2024.
“Dari jumlah peserta profile assessment tersebut yang dinyatakan lulus masing-masing untuk Capim ada 20 orang dan Dewas ada 20 calon,” kata Yusuf di Kantor Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (11/9).
Baca juga: Pimpinan KPK Tidak Boleh Figur Cacat Etik
Berikut rincian 20 nama Capim KPK yang lolos ke tahapan berikutnya:
- Agus Joko Pramono
- Ahmad Alamsyah Saragih
- Didik Agung Widjanarko
- Djoko Poerwanto
- Fitroh Rohcahyanto
- Harli Siregar
- I Nyoman Wara
- Ibnu Basuki Widodo
- Ida Budhiati
- Johan Budi Sapto Pribowo
- Johanis Tanak
- Michael Rolandi Cesnanta Brata
- Muhammad Yusuf
- Pahala Nainggolan
- Poengky Indarti
- Sang Made Mahendra Jaya
- Setyo Budiyanto
- Sugeng Purnomo
- Wawan Wardiana
- Yanuar Nugroho
Yusuf menjelaskan teknis wawancara nantinya akan ada dua pewawancara tamu masing-masing untuk Capim dan Dewas KPK. Pansel menurutnya telah menghubungi sejumlah pihak untuk mengisi peran tersebut.
Tidak Layak
Sementara itu Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menilai ada dua sosok yang seharusnya tak lolos sebagai calon pimpinan (capim) KPK ataupun anggota Dewan Pengawas (Dewas). Kedua sosok tersebut, yakni Wakil Ketua KPK Johanis Tanak (JT) dan Anggota Komisi III DPR sekaligus kader PDI Perjuangan (PDIP) Johan Budi (JB).
“Sangat disayangkan nama JT masih ada dalam daftar. Padahal tidak hanya bermasalah secara etik, tapi pimpinan-pimpinan KPK era Firli mestinya tidak lagi diberikan tempat dalam seleksi ini,” ujar pria yang akrab disapa Castro kepada Media Indonesia, Rabu (11/9).
“Logikanya, orang gagal mana bisa dipercaya kembali,” tegasnya.
Kemudian, Castro menyayangkan dalam daftar juga ada nama Johanis Budi yang genealogi politiknya berasal dari PDIP. “Tentu dia akan membawa kepentingan politiknya yang membuat KPK rawan intervensi,” kata dia.
“JT dan JB, tidak layak,” ucap Castro.
Namun, Castro mengapresiasi keputusan Pansel KPK yang tak meloloskan Nurul Ghufron (NG). “Keputusan untuk tidak meloloskan NG, sudah tepat. Tidak ada tempat bagi orang yang bermasalah secara etik,” kata Castro.