Jakarta (lampost.co)–DPR membentuk panitia khusus (pansus) penyelenggaraan haji.
Rapat Paripurna ke-21 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2023-2024 memutuskan pembentukan pansus tersebut.
Awalnya, anggota Komisi VIII DPR RI Selly Andriany Gantina membeberkan usulan terkait dengan angket tentang pengawasan haji.
Salah satunya adalah penetapan kuota haji tak sesuai undang-undang dan tak sejalan dengan pelayanan.
“Tambahan kuota jemaah haji terkesan hanya jadi kebanggaan. Namun tidak sejalan dengan peningkatan pelayanan, komitmen dalam memperpendek waktu daftar tunggu jemaah haji yang sudah mendaftar,” kata Selly di Ruang Rapat Paripurna DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 9 Juli 2024.
Penetapan dan pembagian kuota haji tambahan tidak sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 8 tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Pada pasal 64 ayat 2, bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8 persen dari kuota haji Indonesia.
“Keputusan Menag RI nomor 118 tahun 2024 tentang petunjuk pelaksanaan pemenuhan kuota haji khusus tambahan dan sisa kuota haji khusus tahun 1445 H atau 2024 M bertentangan dengan UU. Hal itu tidak sesuai hasil kesimpulan rapat panja antara Komisi VIII dengan Menag terkait penetapan BPIH,” ujar Selly.
Berikutnya menyoal indikasi kuota tambahan di tengah adanya penyalahgunaan oleh pemerintah.
Lalu, layanan Armuzna atau Arafah, Muzdalifah, dan Mina masih belum ada perubahan karena kesepakatan yang tidak sempurna.
“Over capacity, baik tenda maupun MCK. Padahal biaya bertambah menyesuaikan tambahan jemaah terkait pemondokan, katering, dan transportasi,” ujar Selly.
Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai pimpinan rapat menanyakan persetujuan mementuk pansus pengawasan haji 2024.
“Saya menanyakan apakah pembentukan dan susunan keanggotaan pansus angket pengawasan haji sebagaimana usulan apakah setuju?” tanya Cak Imin.
“Setuju,” jawab peserta rapat.