Jakarta (Lampost.co) — Hadapi perubahan cuaca dengan meningkatkan kewaspadaan masyarakat dan mitigasi bencana melalui sosialisasi yang berkelanjutan.
“Beberapa waktu lalu pascapesta demokrasi terjadi sejumlah bencana di berbagai wilayah Indonesia. Kondisi itu harus diwaspadai dan disikapi dengan langkah-langkah yang tepat,” kata Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Antisipasi Fenomena Angin Puting Beliung Akibat Perubahan Iklim, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu, 28 Februari 2024.
Moderator dalam diskusi itu adalah Arimbi Heroepoetri, S.H, LL.M (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI). Hadir dalam acara itu Ir. Laksmi Dhewanthi, M.A. (Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI). Lalu Uke Mohammad Hussein, S.Si, MPP (Direktur Tata Ruang, Pertanahan, dan Penanggulangan Bencana, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Serta Dr. Ida Pramuwardani (Ketua Tim Kerja Produksi dan Diseminasi Informasi Cuaca, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sebagai narasumber.
Hadir pula Erma Yulihastin (peneliti Klimatologi di Badan Riset dan Inovasi Nasional /BRIN) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, semua pihak harus waspada dampak perubahan iklim seperti angin puting beliung, banjir dan tanah longsor.
Mendiskusikan fnomena cuaca yang kita hadapi, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, sangat penting. Apalagi, tambah Rerie yang juga legislator Dapil II Jawa Tengah itu, isu pemanasan global sangat berkaitan dengan munculnya cuaca ekstrem di sejumlah wilayah.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem mengatakan bahwa harus melakukan upaya untuk melakukan mitigasi dan menyosialisasikan sejumlah fenomena alam yang terjadi. Agar masyarakat memahami dan mampu melindungi dirinya, keluarga, serta lingkungannya dari dampak perubahan iklim.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Laksmi Dhewanthi berpendapat perubahan iklim menyebabkan efek gas rumah kaca. Hal itu memicu pemanasan global.
Suhu Bumi
Dampak pemanasan global yang terjadi saat ini, tambah Laksmi, adalah peningkatan suhu bumi sebesar 1 derajat Celcius. Bila tidak melakukan upaya apa-apa, tambah dia, akan terjadi peningkatan suhu bumi 1,5 derajat Celcius hingga 2 derajat Celcius.
Pemanasan suhu bumi ini, jelas Laksmi, memicu perubahan cuaca ekstrem yang berdampak terhadap lingkungan. Dalam menghadapi kondisi itu, pihaknya mendorong upaya adaptasi dalam menghadapi cuaca ekstrem.
Kegiatan adaptasi itu antara lain meningkatkan pemahaman mitigasi, pengendalian terhadap sejumlah penyakit dan upaya meningkatkan ketahanan bencana dan iklim.
Dalam membangun kesadaran masyarakat terhadap dampak perubahan iklim, pihaknya membangun kampung iklim dan komunitas iklim. Hal itu merupakan intervensi aksi perubahan iklim di 7.000 lokasi di Indonesia. Dia mengatakan pada tahun ini, pihaknya akan melaksanakan aksi serupa di 20.000 lokasi.
Direktur Tata Ruang, Pertanahan, dan Penanggulangan Bencana, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Uke Mohammad Hussein mengungkapkan bencana puting beliung bukan merupakan hal baru di Indonesia.
Uke mengungkapkan, kajian risiko terhadap dampak cuaca ekstrem antara lain berpotensi mengancam 253 juta jiwa. Kemdudian potensi kerugian fisik bisa mencapai Rp1.962 triliun dan potensi kerugian ekonomi hingga Rp781 miliar.
Berdasarkan besarnya potensi risiko tersebut, perlunya upaya mitigasi terhadap berbagai pemicu cuaca ekstrem. Selain itu juga harus ada upaya intervensi untuk menekan dampak dari cuaca ekstrem yang terjadi.
Angin Berputar
Ketua Tim Kerja Produksi dan Diseminasi Informasi Cuaca, BMKG, Ida Pramuwardani mengungkapkan angin puting beliung dan tornado adalah fenomena angin berputar. Yang membedakan antara keduanya, kecepatan pusaran angin. Untuk angin puting beliung lebih lemah ketimbang dengan tornado. Tornado terjadi saat peralihan udara dingin ke hangat.
Karena sulit mengukur kekuatan pusaran angin, para ilmuwan mengukur kekuatan pusaran angin puting beliung dan tornado dari tingkat kerusakan.
Ida menyarankan, bila saat terjadi angin puting beliung agar segera menutup pintu dan jendela. Matikan aliran listrik, jauhi pintu dan jendela.
Bila sedang berkendara, agar menghentikan kendaraannya dan segera masuk berlindung ke bangunan yang kokoh.
Ida mengungkapkan angin puting beliung paling sering terjadi di Pulau Jawa dan biasanya pada November, Desember, Januari hingga Maret di masa pancaroba.
Penjelasan Detail
Peneliti Klimatologi BRIN, Erma Yulihastin berpendapat perlunya penjelasan lebih detail terkait angin puting beliung dan tornado, serta cuaca dan iklim ekstrem.
Menurut Erma, seluruh kondisi cuaca ekstrem itu terjadi pada radius 2 Km hingga 20.000 Km. Bila terjadi pada kurang dari radius 2 Km itu, ujar dia, termasuk cuaca ekstrem mikro.
Memprediksi angin puting beliung sulit, sebab terjadi pada skala mikro. Sementara memprediksi tornado mudah karena terjadi di radius antara 2 Km-20.000 Km.
Menurut Erma, kondisi cuaca ekstrem di Indonesia akhir-akhir ini merupakan fenomena yang tidak biasa. Semua pihak harus menyadari ini.
Bila suhu panas bumi meningkat lebih dari 2 derajat Celcius, ketidaknormalan akan semakin terlihat. Saat ini. suhu permukaan bumi meningkat di atas 1,5 derajat Celcius dan terjadi kecenderungan peningkatan suhu yang mendidih.
Menurut Erma, Indonesia perlu membangun pusat penelitian cuaca ekstrem agar mampu menyikapi dampak perubahan iklim.
Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat pandangan berbeda mengenai fenomena alam yang terjadi didasari dengan dasar kajian ilmiah menunjukkan ada keinginan kita untuk menggali lebih jauh untuk mendapatkan kebenaran.
Saur menyarankan untuk mempertemukan dua pihak yang berbeda pendapat itu di tempat yang independen untuk mengkaji secara ilmiah.
Buka pikiran dan hati, tambah dia, sehingga kita dapat menyikapi perbedaan terhadap fenomena alam itu dengan lebih bijaksana.