Jakarta (Lampost.co)–Harga obat di Indonesia relatif lebih mahal ketimbang Malaysia.
Anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Muchamad Nabil Haroen mengatakan intervensi negara melalui sejumlah langkah perlu untuk menekan mahalnya harga obat di Tanah Air.
“Untuk menekan mahalnya harga obat, intervensi negara sangat penting. Negara perlu meningkatkan transparansi dan efisiensi tata kelola,” ucap Nabil di Jakarta, Sabtu, 6 Juli 2024.
Menurut dia, Negara perlu memperbaiki sistem penyaluran dan pengadaan obat dengan mengurangi jalur birokrasi yang tidak perlu dan memastikan semua proses berjalan secara transparan.
Selain itu, Nabil juga menyebut perlu regulasi yang lebih ketat terkait harga obat dan pengawasan terhadap pelaksanaannya. Hal itu agar tidak ada pihak yang mengambil keuntungan berlebihan dari harga obat yang tinggi.
Menurut dia, perlu pula penguatan peran pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah hendaknya mengambil peran lebih aktif dalam mengatur dan mengawasi harga obat di pasaran, termasuk dengan memberikan subsidi atau insentif bagi produsen obat dalam negeri.
Kolaborasi antar kementerian dan lembaga juga tidak kalah penting. Menurutnya, perlu kerja sama yang erat antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, dan lembaga terkait.
Kerja sama untuk menyusun kebijakan yang komprehensif dan terintegrasi.
Nabil juga memandang penyelesaian mahalnya harga obat di dalam negeri dapat menggunakan teknologi untuk memantau dan mengelola distribusi obat agar lebih efisien dan transparan.
“Dua minggu ke depan akan ada rapat lanjutan untuk membahas hasil kajian mendalam dari berbagai kementerian dan lembaga terkait. Kami berharap dari rapat ini akan lahir kebijakan efektif untuk menurunkan harga obat di Indonesia,” katanya.
Tiga Faktor
Lebih lanjut, ia mengatakan, setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan harga obat di Indonesia lebih mahal ketimbang negara tetangga.
Tidak efisiennya tata kelola perdagangan sektor kesehatan menjadi salah satu faktor utama. Inefisiensi ini, ujar Nabil, mencakup distribusi, regulasi, hingga mekanisme pengadaan yang belum optimal.
“Kedua, biaya-biaya tambahan yang muncul dari proses tata kelola yang kurang transparan turut berkontribusi pada tingginya harga obat. Biaya mungkin berasal dari jalur penyaluran yang panjang, biaya administrasi, dan berbagai pungutan lain,” sambung dia.
Faktor ketiga, adanya perbedaan dalam kebijakan harga dan regulasi antara kedua negara. Ia menyebut, pemerintah Malaysia memiliki mekanisme pengendalian harga obat yang lebih ketat dan efektif di Indonesia.
“Kami di DPR siap mendukung langkah-langkah yang akan diambil pemerintah untuk memastikan harga obat lebih terjangkau bagi masyarakat,” ujar Nabil Haroen.