Jakarta (Lampost.co) — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mencatat adanya peningkatan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) sebesar 55% pada tahun ini dari pada 2023.
Berdasarkan penghitungan KLHK, pada periode Januari hingga Maret 2024 menunjukkan luas karhutla sebesar 20.623,755 hektare. Sedangkan untuk tahun 2023 di periode yang sama seluas 13.299,28 hektare.
“Sebanding dengan kenaikan hotspot, luas karhutla juga dipengaruhi dengan masih adanya El Nino pada awal tahun 2024. Sedangkan pada tahun 2023, pengaruh El Nino muncul pada pertengahan tahun 2023. Namun kondisi ini diprediksi turun secara gradual menuju netral mulai Juni 2024. Kemudian pada bulan Juli 2024 wilayah Indonesia memasuki musim kemarau,” kata Direktur Pengendalian Karhutla KLHK Thomas Nifinluri, Senin, 6 Mei 2024.
Ia menjelaskan, provinsi dengan luas karhutla tertinggi periode Januari – Maret 2024 yaitu Kalimantan Timur dengan 6.013 hektare, Riau 2.786 hektare, Sumatera Utara 2.429 hektare, Aceh 2.001 hektare, dan Sulawesi Tengah 1.472 hektare.
Jumlah Hotspot
Thomas menuturkan, pemantauan titik panas berdasarkan satelit terra/aqua (NASA) dengan confident level high sepanjang Januari hingga Mei 2024 menunjukkan adanya kenaikan jumlah hotspot sebanyak 211 titik dari pada 2023. Pada tahun 2023 sebanyak 256 titik, sedangkan tahun 2024 terdapat 467 titik.
“Jumlah hotspot yang mengalami peningkatan ini turut dipengaruhi dengan masih adanya El Nino yang menyebabkan kondisi menjadi lebih kering. Sehingga potensi kejadian karhutla cukup tinggi,” ujarnya.
Meski demikian, kata Thomas, menurut prediksi BMKG, potensi karhutla tahun 2024 tidak akan separah tahun 2023. Kondisi ini dipengaruhi dengan melemahnya El Nino menuju netral pada periode Mei, Juni, dan Juli 2024. Kemudian akan beralih menjadi La Nina lemah pada Juli, Agustus, dan September 2024.
Ia memastikan KLHK senantiasa melakukan pemantauan terkait dengan potensi karhutla di berbagai daerah agar bisa bertindak cepat. Salah satunya ialah rencana teknologi modifikasi cuaca (TMC).
Menurut Thomas, pelaksanaan operasi TMC untuk tujuan pengendalian karhutla sampai saat ini masih dalam proses pemantapan manajemen dan penjadwalan ulang. Hal ini sehubungan dengan pemindahan operasional TMC dari BRIN ke BMKG.
“Sehingga alternatif untuk saat ini pelaksanaan TMC melalui kerja sama dengan mitra penyedia jasa TMC,” pungkas Thomas.