Jakarta (Lampost.co): Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Hadi Tjahjanto mengatakan bahwa berdasarkan analisa sementara, sebagian data Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang bocor tidak cocok dengan data asli pemiliknya.
“Dugaan data-data tersebut pelaku peroleh dari beberapa kota/kabupaten. Sehingga ada sebagian yang tidak sesuai dengan pemiliknya. Baik NIK maupun NPWP,” kata Hadi saat rapat dengan Komisi I DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 23 September 2024.
Baca juga: Soal Kebocoran 6 Juta Data NPWP, Sri Mulyani Minta Ditjen Pajak Evaluasi
Hadi mengatakan lembaganya bersama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga terus melakukan validasi terhadap data-data dengan dugaan oleh peretas bocorkan tersebut. Baik data NIK, NPWP, maupun nomor telepon.
Menurutnya, tim internal dari Kementerian Keuangan juga telah bekerja untuk menindaklanjuti informasi kebocoran data itu.
Dalam waktu dekat ini, lanjut Hadi, Kemenko Polhukam akan menggelar rapat lintas menteri. Hadir pula sejumlah direktur jenderal untuk membahas permasalahan dugaan kebocoran data tersebut dan mencari solusi serta mitigasi.
Upaya Jangka Pendek
Sejauh ini, Hadi mengatakan pemerintah sudah memiliki upaya jangka pendek untuk mengatasi sejumlah dugaan kebocoran data. Baik data NPWP maupun NIK, hingga terbentuknya Lembaga Perlindungan Data Pribadi, sebagaimana amanat dalam Undang-Undang tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP).
“Kemenkominfo bertindak sebagai otoritas perlindungan data. Ini harus mengacu pada PP Nomor 71 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Sistem Transaksi Elektronik (PSTE). Hal ini untuk memastikan tidak ada kekosongan institusi penegakan kepatuhan dalam perlindungan data pribadi,” katanya.
Dugaan bocornya data NPWP mencuat usai pendiri Ethical Hacker Indonesia Teguh Aprianto mengunggah tangkapan layar situs Breach Forums.
Melalui akun X @secgron, dia menyebut sebanyak enam juta data NPWP diperjualbelikan dalam situs itu oleh akun bernama Bjorka pada tanggal 18 September 2024.
Selain NPWP, data yang juga terseret, di antaranya Nomor Induk Kependudukan (NIK), alamat, nomor telepon, surat elektronik (email), dan data lainnya. Harga jual seluruh data itu mencapai Rp150 juta.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR Fraksi PKS Sukamta menyoroti terkait dugaan 6 juta data NPWP yang diretas oleh hacker yang pernah viral, yaitu Bjorka. Sukamta menilai kebocoran data NPWP tersebut merupakan ancaman serius bila tidak segera mendapat penanganan oleh pemerintah atau instansi terkait.
“Ini merupakan ancaman serius. Tidak hanya bagi privasi individu tetapi juga bagi keamanan nasional. Kasus ini adalah bukti nyata bahwa keamanan siber di Indonesia masih rendah,” katanya.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News