Jakarta (Lampost.co)— Penyediaan alat kontrasepsi pada anak usia sekolah dan remaja menuai kritik dari sejumlah kalangan. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan).
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Abdul Fikri Faqih menilai beleid tersebut tidak sejalan dengan amanat pendidikan nasional yang berasaskan budi pekerti luhur dan menjunjung tinggi norma agama. Pihaknya menekankan pentingnya konseling khususnya edukasi mengenai kesehatan reproduksi. Yakni melalui pendekatan norma agama dan nilai pekerti luhur yang dianut budaya ketimuran di nusantara.
“Penyediaan fasilitas alat kontrasepsi bagi siswa sekolah ini sama saja membolehkan budaya seks bebas kepada pelajar alih-alih menyosialisasikan risiko perilaku seks bebas kepada usia remaja. Malah menyediakan alatnya. Ini nalarnya ke mana?” kata Fikri mengutip dari Instagram @dpr_ri, Rabu, 7 Agustus 2024.
Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, juga menolak keras penyediaan alat kontrasepsi pada usia sekolah dan remaja. Ia mempertanyakan adanya penyebutan soal ‘perilaku seksual yang sehat aman dan bertanggung jawab pada anak sekolah. Juga usia remaja’ yang tercantum di dalam PP tersebut.
“Pemerintah harus hati-hati membuat sebuah pasal yang dapat tafsiranya secara liar oleh masyarakat. Jangan sampai muncul anggapan bahwa PP tersebut mendukung seks bebas pada anak usia sekolah dan remaja asal aman dan bertanggung jawab,” tegasnya.
Netty meminta PP tersebut segera merevisi. Hal ini agar tidak menimbulkan keriuhan dan salah tafsir.
UU Kesehatan
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menandatangani PP Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (UU Kesehatan) pada Jumat, 26 Juli 2024. PP itu mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja.
Dalam Pasal 103 ayat (1) beleid tersebut berbunyi, upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja. Paling sedikit berupa pemberian komunikasi. Informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Kemudian, ayat (4) menyatakan: pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining. Pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi.