Sumatra Barat (Lampost.co): Rancangan Peraturan Presiden (Raperpres) mengenai Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama (KUB) telah mendapat surat persetujuan harmonisasi dari Kementerian Hukum dan HAM.
Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Muhammad, Kementerian Agama, Adib Abdushomad menyampaikan setelah harmonisasi, rancangan Perpres tersebut akan diajukan ke Presiden untuk disahkan menjadi Peraturan Presiden.
Baca juga: Cak Imin Ingin PKB Jadi Independen
“Menteri Agama akan menyampaikan surat kepada Presiden untuk penetapan atau pengesahan RPP Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama menjadi Peraturan Presiden (Perpres),” ujar Adib, Minggu, 25 Agustus 2024.
Adin menambahkan bahwa Raperpres tersebut juga akan memberi ruang kepada FKUB dalam fungsi penguatan institusi. Ham itu ditandai dengan adanya rancangan FKUB Nasional.
“Pada beberapa pasal misalnya, Pasal 20 dan 30 memungkinkan perlunya melakukan peraturan turunan. Selain itu, Peraturan Menteri Agama (PMA) yang nantinya akan memberi ruang sinergitas Kemenag dengan FKUB,” katanya.
Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Imam Syaukani dalam kesempatan sama menjelaskan, setelah ditetapkan Presiden, Kemenag selanjutnya akan menyusun ketentuan turunan dari Perpres tersebut dalam bentuk Peraturan Menteri Agama (PMA).
“Kementerian Agama segera memproses atau menyusun Rancangan Peraturan Menteri tersebut, agar begitu Perpres ini ditetapkan oleh Presiden, peraturan ini bisa terbentuk dan juga dilaksanakan sebagai pelengkap dari Perpres tersebut,” kata dia.
Berjalan 3 Tahun
Juru Bicara Kementerian Agama, Anna Hasbie menjelaskan penyusunan Raperpres yang sudah berjalan cukup lama hingga 3 tahun itu juga dia yakini akan memberikan kebermanfaatan bagi perempuan karena adanya prinsip inklusivitas. Pasalnya, aturan tersebut tidak hanya berbicara soal peran pemerintah dan tokoh agama secara umum, tetapi juga perempuan.
“Perpres ini benar-benar inklusif. Kenapa? Karena memberi ruang yang cukup untuk perempuan. Jadi, perempuan ini penting. Kita tentu ingat bahwa dari dulu selalu ada upaya mainstreaming gender. Suara-suara perempuan harus kita dengar. Karena dia punya kebutuhan khusus, misalnya dalam hal pencegahan konflik,” ujarnya.
Menurut Anna, ketika terjadi konflik maka perempuan sering menjadi korban secara tidak langsung. Oleh karena itu, mereka pun berpikir agar masyarakat turut serta melindungi hak-hak perempuan.
“Jadi, mereka memiliki pemikiran bagaimana agar masyarakat bisa memenuhi hak-hak perempuan dan anak karena biasanya selama ini terabaikan,” ungkapnya.
Selain itu, Anna mengungkapkan Raperpres Pemeliharaan KUB yang sedang pemerintah matangkan ini merupakan langkah maju. Ketika berbicara soal kerukunan juga memberi ruang pemberdayaan perempuan. Dengan kata lain, kepengurusan FKUB di daerah yang bakal melibatkan perempuan patut mendapatkan apresiasi.
“Itu sangat penting karena dari dulu orang-orang sering beranggapan bahwa urusan agama itu selalu bicara patriarki. Padahal tidak. Nah, seiring berjalannya waktu kita melihat bahwa perempuan itu memiliki peran dan kebutuhan khusus. Dan itu harus dapat jawaban oleh peraturan,” terangnya.
Aturan Seharusnya Juga Datang dari Perempuan
Lebih lanjut, Anna mengatakan, aneka macam peraturan yang disusun seharusnya datang juga dari perempuan itu sendiri. Dengan adanya perempuan di FKUB ini nantinya menjadi kabar baik.
Selain itu, adanya perempuan di dalam kepengurusan FKUB nantinya bisa menjadi treatment tersendiri bagi program kerukunan. Sebab, perempuan memang multitasking alias serba bisa. Dia juga sering memiliki pemikiran yang out of the box.
“Banyak bilang dunia ini terbentuk oleh pemikiran lelaki. Ketika perempuan masuk maka akan ada perspektif lain. Nah, ketika ada berbagai macam perspektif maka semua masalah itu bisa kita lihat secara holistik. Solusinya pun akhirnya bisa out of the box,” tuturnya.
Oleh karena itu, Anna sependapat bahwa pemberian ruang terbuka bagi perempuan seharusnya dimaknai bukan karena faktor perempuannya. Akan tetapi, lebih kepada kapabilitasnya. Ia tidak mempermasalahkan jika tahap awal afirmasinya hanya mengejar kuota.
“Nggak apa-apa. Memang awalnya mendapat afirmasi. Tapi, lama-lama mereka akan terseleksi sendiri. Akhirnya orang akan terbiasa untuk terus aktif dalam pengembangan diri, upgrading, dan updating,” pungkasnya.
Ikuti terus berita dan artikel Lampost.co lainnya di Google News