Jakarta (Lampost.co) – Anggota Komisi II DPR RI, Mohammad Toha mengemukakan bahwa revisi Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum perlu memisahkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dari Kementerian Dalam Negeri.
Kemudian Toha menjelaskan bahwa pemisahan dari Kemendagri perlu. Karena mempertimbangkan posisi DKPP sebagai lembaga yang menangani perkara penyelenggaraan pemilu.
“Saya ragu independensi DKPP dalam menjalankan tugas peradilan kode etik bagi jajaran KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu). Mudah saja bagi Kemendagri untuk mengintervensi putusan DKPP. Ini tidak sehat,” kata Toha, Selasa, 4 Februari 2025.
Selain itu, Toha mengatakan bahwa pemisahan DKPP dari Kemendagri karena mempertimbangkan kedudukan lembaga tersebut. Apabila membandingkan dengan penyelenggara pemilu lainnya, yakni KPU dan Bawaslu.
“KPU dan Bawaslu sudah on the track, tetapi untuk DKPP ini keliru. Harus segera terselamatkan pada momentum revisi UU Pemilu. Pelembagaan DKPP sebagai lembaga mandiri harus menjadi prioritas,” ujarnya.
Kemudian ia juga mengatakan bahwa pemisahan perlu teratur dalam revisi UU Pemilu setelah anggaran DKPP terpangkas oleh Kemendagri. Ini sebagai respons Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025.
Menurutnya, pemotongan anggaran dari Rp.86 miliar menjadi Rp.30 miliar tidak rasional. “Itu potongannya juga nggak realistis. Dari Rp.89 miliar jadi Rp.30 miliar, kasihan,” katanya.
Selanjutnya ia menyampaikan pernyataan tersebut usai Ketua DKPP RI Heddy Lugito mengatakan bahwa kinerja lembaganya akan terhambat karena anggaran yang terbatas.
“Tidak boleh lembaga peradilan itu menunda-nunda perkara. Harus ada kepastian. DKPP juga tidak boleh tebang pilih perkara,” katanya mengingatkan.