Jakarta (Lampost.co)— Wacana pemerintah yang akan menghadirkan dokter asing dinilai menyiratkan ketidakpercayaan kepada lulusan Fakultas Kedokteran (FK) perguruan tinggi dalam negeri. Kebijakan itu juga di pandang mengancam eksistensi dokter-dokter dalam negeri.
“Kebijakan tersebut malah menyiratkan ketidakpercayaan pemerintah terhadap kemampuan dokter-dokter lulusan Fakultas Kedokteran perguruan tinggi dalam negeri,” kata Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahmy Alaydroes,Minggu, 7 Juli 2024.
Ia mengatakan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) seharusnya menggalakkan program mutu pendidikan FK.
Bukan hanya di perguruan tinggi negeri,melainkan juga kampus swasta seluruh Indonesia juga mesti menyasar program tersebut.
Selain itu, anggaran pendidikan kedokteran yang memadai tak boleh terlewat. Hal itu penting guna mempercepat pengadaan dokter berkualitas.
“Seharusnya, pemerintah juga menyediakan anggaran yang memadai bagi pendidikan kedokteran negeri dan swasta. Hal ini sebagai upaya mempercepat pengadaan dokter umum yang berkualitas ke seluruh daerah,” ucap Fahmy.
Penggunaan jasa dokter asing telah tertuang dalam dalam Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Pasal 248 ayat (1) UU Nomor 17 Tahun 2023 menyebutkan, Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan warga negara asing lulusan luar negeri yang dapat melaksanakan praktik di Indonesia hanya berlaku untuk Tenaga Medis spesialis dan subspesialis serta Tenaga Kesehatan tingkat kompetensi tertentu setelah mengikuti evaluasi kompetensi.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes), menjelaskan penggunaan jasa dokter asing tidak lepas dari kebutuhan dokter spesialis di Indonesia yang masih tinggi.
Rasio Dokter
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes,Siti Nadia, Tarmizi mengatakan hampir semua spesialis di Indonesia belum mencapai rasio 1/1.000 penduduk.
“Kalau ada (yang mencapai rasio) penyalurannya tidak merata. Kalau alat dan sarana bisa terpenuhi segera dengan ketersediaan dana tapi kalau SDM perlu waktu,” katanya.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta pemerintah lebih selektif terkait kebijakan mendatangkan dokter asing. Kebijakan itu jangan sampai hanya menjadikan Indonesia sebagai objek pasar dunia kesehatan.
“Jangan sampai masyarakat itu hanya menjadi objek market yang kita tidak tahu siapa yang mau datang ke Indonesia. Itu yang harus dikedepankan,” kata Ketua Umum Pengurus Besar IDI Adib Khumaidi.
Adib mmengatakan, mengatasi pihaknya tidak takut dengan persaingan dengan dokter asing. Namun, IDI berkepentingan memberi pesan ke pemerintah bahwa keselamatan masyarakat harus diutamakan.








