Bandar Lampung (Lampost.co) — Perkembangan penggunaan media sosial membuat berbagai hal dengan mudah menjadi viral dan tren di masyarakat. Kondisi itu pun turut menghiasi suasana Ramadan dan Lebaran 2025 ini.
Momen spiritual dengan semangat beribadah dan berbagi yang penuh makna bagi umat Islam itu diramaikan pula tiga tren di medsos yang ternyata mengundang kontroversi.
Ketiga tren itu adalah foto AI bergaya Gibly, velocity, dan tarian THR. Sekilas tampak menghibur, tetapi di balik popularitasnya, tren-tren itu menyimpan kekhawatiran yang patut menjadi perhatian serius. Terutama bagi umat Muslim yang hendak menjaga nilai dan identitas keislaman.
Pertama, tren Gibly, yakni foto bergaya ilustrasi AI dengan warna-warna pastel lembut dan wajah menggemaskan menyita perhatian banyak warganet. Namun, gaya ilustrasi itu merupakan karya dari studio ilustrator ternama, Ghibli Studio asal Jepang, yang akhirnya chatGPT adaptasi.
Sejumlah pihak menyatakan hasil AI tersebut secara tidak langsung menjiplak gaya visual yang terlindungi hak cipta. Penggunaan AI tanpa kontrol dan penghargaan terhadap karya seni asli bukan hanya tidak etis, tapi juga merusak industri kreatif. Ketika masyarakat ikut-ikutan mengunggah Gibly tanpa memahami konteksnya, justru secara tidak langsung melegitimasi pencurian karya intelektual.
Kedua, tren velocity yang ramai selama Ramadan, khususnya menjadi konten masyarakat saat berbuka puasa bersama. Namun, di balik itu muncul teori konspirasi gerakan tangan dalam video velocity menyerupai simbol-simbol okultisme atau lambang setan.
Meski sebagian pihak menganggapnya hanya spekulasi, sebagai umat Islam, kehati-hatian adalah keharusan. Kita diajarkan untuk menjauhi simbol-simbol yang menyerupai unsur kesyirikan. Jika gerakan yang viral di media sosial ternyata menyisipkan makna tersembunyi yang bertentangan akidah, maka ikut menyebarkannya tanpa sadar bisa membawa mudarat bagi masyarakat.
Ketiga, tari THR yang viral saat lebaran ternyata merupakan adaptasi dari tarian Hora berasal dari komunitas Yahudi. Meski dalam kemasan tarian lucu dan kompak untuk menyambut THR, esensinya adalah meniru budaya asing yang jauh dari nilai-nilai Islam.
Bertentangan Islam
Rasulullah SAW memperingatkan umatnya agar tidak menyerupai kaum lain. Dalam haditsnya beliau bersabda: “Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka” (HR Abu Daud dan Ahmad).
Dalam hadits lain, Rasulullah mengingatkan umat Islam akan mengikuti jejak kaum sebelum mereka, hingga ke hal yang paling kecil sekalipun, termasuk masuk ke dalam lubang dhob. Saat ditanya apakah yang dimaksud itu adalah Yahudi dan Nasrani, Rasulullah menjawab: “Siapa lagi?” (HR Muslim No. 2669).
Tren-tren ini seharusnya menjadi bahan refleksi dan untungnya tidak satu pun dari tren tersebut penulis ikuti selama Ramadan hingga Idulfitri meski belum mengetahui teori-teori konspirasi di baliknya.
Budaya populer seringkali berbalut dalam hiburan, tetapi di baliknya terselip nilai yang bertentangan dengan Islam. Untuk itu, masyarakat perlu teredukasi agar tidak asal ikut tren, apalagi yang mengandung unsur yang menyalahi prinsip syariah.