Jakarta (Lampost.co) – Kelompok ilmuwan internasional baru-baru ini mengeluarkan peringatan keras tentang masa depan Bumi. Penelitian terbaru menunjukkan pada 2023, pohon, hutan, dan lahan hampir tidak menyerap karbon dioksida (CO2) dengan efektif.
Kondisi itu memicu kekhawatiran serius terkait kemampuan alam dalam menyeimbangkan dampak buruk dari aktivitas manusia yang terus meningkatkan emisi karbon.
Mengutip laporan dari Unilad, tanaman dan lahan biasanya memainkan peran penting dalam menyerap karbon dari atmosfer, membantu mengatur suhu dan iklim Bumi.
Namun, sebuah makalah penelitian dari ilmuwan dari Tiongkok, Inggris, Prancis, dan Jerman menyebutkan pada 2023 adalah tahun terpanas yang pernah tercatat. Kemudian penyerapan karbon oleh biosfer terestrial seperti hutan dan tanah menurun drastis.
Pada Pekan Iklim New York yang berlangsung pada September, Johan Rockström, Direktur Institut Penelitian Dampak Iklim Potsdam, menyatakan alam yang selama ini menyeimbangkan dampak emisi manusia, kini berada di titik kritis. “Sejauh ini, alam menyeimbangkan penyalahgunaan yang dilakukan. Namun, keseimbangan ini akan segera berakhir,” kata dia.
Penurunan signifikan dalam penyerapan karbon pada 2023 karena beberapa faktor utama. Termasuk kebakaran hutan yang sering terjadi di wilayah boreal, seperti Rusia, Skandinavia, Kanada, dan Alaska.
Lalu kekeringan parah yang melanda hutan Amazon dan daerah tropis lainnya. Kebakaran hutan yang makin sering terjadi mengurangi kapasitas hutan untuk menyerap karbon. Sementara kekeringan mengganggu ekosistem yang seharusnya menyerap emisi CO2.
Menurut Philippe Ciais, peneliti dari Laboratorium Ilmu Iklim dan Lingkungan Prancis, pada 2023 tingkat akumulasi CO2 di atmosfer mencapai titik tertinggi. Hal itu menunjukkan betapa rendahnya penyerapan karbon oleh biosfer terestrial di tahun ini.
Langkah Menghadapi Krisis Iklim
Kondisi itu membuat kapasitas alam untuk menyerap karbon makin berkurang, mempercepat dampak perubahan iklim global.
Penurunan kapasitas alam dalam menyerap karbon memicu kebutuhan mendesak untuk segera mengurangi emisi bahan bakar fosil. Professor Pierre Friedlingstein dari Universitas Exeter mengingatkan tidak bisa lagi mengandalkan hutan alami untuk menyelesaikan krisis ini.
“Kita harus menghadapi akar masalahnya, yaitu emisi bahan bakar fosil di semua sektor,” ujarnya.
Meski ada sedikit harapan terkait kerusakan ini bersifat sementara. Lara ilmuwan memperingatkan jika perubahan iklim tidak segera teratasi, maka penyerapan karbon di daratan dan lautan akan terus menurun.
Hal itu akan memperburuk kondisi atmosfer yang kelebihan CO2, mempercepat pemanasan global, dan memperparah dampak perubahan iklim di seluruh dunia.
Situasi yang semakin genting, para ilmuwan menyerukan tindakan yang lebih cepat dan lebih tegas untuk mengatasi perubahan iklim. Selain mengurangi emisi bahan bakar fosil, butuh solusi inovatif dalam memperbaiki ekosistem alami, seperti hutan dan lahan basah.
Hal itu dapat meningkatkan kapasitas penyerapan karbon. Penelitian terbaru ini menambah bukti kuat krisis iklim sudah di depan mata.
Jika emisi global tidak segera terkendali, alam tidak akan mampu lagi menyeimbangkan dampak dari aktivitas manusia. Sehingga, perubahan iklim akan semakin sulit terhentikan.