Jakarta (Lampost.co) – Pusat Riset Antariksa Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memfokuskan risetnya pada rahasia dinamika aktivitas matahari. Termasuk fenomena semburan matahari (solar flare) dan lontaran massa korona (CME), yang berpotensi memengaruhi berbagai infrastruktur teknologi di Bumi.
Penelitian itu untuk memprediksi dampak cuaca antariksa dengan memanfaatkan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Peneliti Ahli Madya di Pusat Riset Antariksa BRIN, Tiar Dani, menjelaskan pemahaman mengenai aktivitas matahari sangat penting untuk mitigasi risiko teknologi di Bumi. Termasuk gangguan pada satelit, jaringan komunikasi radio, sistem navigasi GPS, pipa minyak, hingga jaringan listrik.
Dia menegaskan jika aktivitas matahari tidak dapat diprediksi secara akurat bisa menyebabkan kerugian ekonomi yang signifikan.
Dia memaparkan AI, termasuk machine learning dan deep learning untuk mendeteksi pola aktivitas matahari dengan lebih cepat dan akurat daripada metode konvensional.
Para peneliti pun dapat memprediksi fenomena matahari sebelum dampaknya terasa di Bumi dengan algoritma AI. “Pengumpulan data berkualitas sangat penting untuk melatih algoritma AI agar mampu melakukan prediksi yang tepat,” ujarnya.
Setelah algoritma terlatih menggunakan dataset dari berbagai satelit pengamat matahari, peneliti kembali menguji AI untuk memastikan tingkat akurasinya. Jika prediksi kurang akurat, algoritma akan disesuaikan agar hasilnya lebih optimal.
Salah satu aplikasi AI yang diterapkan adalah model prediksi semburan matahari berdasarkan data sunspot selama tiga hari terakhir. Dataset itu mencakup lokasi, luas area, jumlah bintik matahari, dan karakteristik magnetiknya.
Metode machine learning seperti random forest, itu membuat akurasi prediksi bisa mencapai 70%, memberikan pijakan awal dalam pengambilan keputusan mitigasi.
AI Prediksi Kecepatan Angin Matahari dan CME
Selain memprediksi semburan matahari, pemanfaatan AI juga untuk memantau kecepatan angin matahari menggunakan model long short-term memory (LSTM), metode deep learning. Hal itu dengan menganalisis data angin matahari dan lubang korona.
Model itu membantu memprediksi kecepatan angin saat aktivitas matahari mencapai puncak maupun minimum, yang penting dalam memantau kondisi cuaca antariksa.
Selain itu, AI juva untuk memperkirakan waktu transit lontaran massa korona (CME) dari matahari ke Bumi dan mendeteksi kemunculan bintik matahari baru. Lalu memprediksi aktivitas magnetik di sisi jauh matahari yang sulit dipantau secara langsung.
Pusat Riset Antariksa BRIN mengembangkan berbagai model prediksi cuaca antariksa, seperti ML OPS dan SWIFtS (Space Weather Information and Forecast Services). Hal itu untuk memberikan layanan prediktif kepada masyarakat.
Layanan itu mencakup:
– Prediksi siklus matahari dan semburan matahari
– Informasi mengenai lubang korona dan angin matahari
– Prediksi CME dan aktivitas geogmagnetik
– Ringkasan cuaca matahari harian (solar summary)
– Layanan prediksi ionosfer yang relevan bagi komunikasi radio
Dia menekankan pemanfaatan model AI makin penting di tengah meningkatnya ketergantungan manusia pada teknologi, seperti satelit dan GPS.
“Adanya layanan prediksi cuaca antariksa yang akurat, risiko dampak negatif terhadap infrastruktur dapat minim dan keputusan mitigasi bisa terambil lebih cepat,” kata dia.