Jakarta (Lampost.co) – Alam semesta, dengan kompleksitas galaksi, bintang, planet, dan materi lainnya, terus memicu rasa penasaran ilmuwan, salah satunya dari segi usia. Beberapa penelitian menunjukkan hasil berbeda sehingga membuat para ilmuwan makin bingung dalam menentukan usianya.
Menurut laporan dari Live Science pada Selasa (15/10/2024), teleskop ruang angkasa Planck dari Badan Antariksa Eropa (ESA) memperkirakan usia alam semesta sekitar 13,82 miliar tahun. Estimasi itu berdasarkan radiasi latar belakang gelombang mikro kosmik yang tersisa sejak masa awal pembentukan alam semesta.
Data itu memberikan wawasan mendalam tentang asal-usul dan evolusi alam semesta. Selain Planck, data dari Wilkinson Microwave Anisotropy Probe (WMAP) milik NASA juga memperkirakan usia alam semesta. Pada 2016, WMAP menghitung usia tersebut sekitar 13,77 miliar tahun.
Sementara itu, berdasarkan Teori Hubble, yang mengukur laju ekspansi alam semesta, perkiraan usia berada antara 13,6 hingga 14 miliar tahun, bergantung pada nilai konstanta Hubble (H0) yang digunakan.
Namun, penelitian terbaru dari Universitas Ottawa memberikan temuan yang mengejutkan. Ilmuwan dalam studi itu berpendapat usia alam semesta mungkin dua kali lebih tua dari yang terperkirakan sebelumnya, yaitu sekitar 26,7 miliar tahun.
Penelitian itu menambahkan beberapa miliar tahun pada proses pembentukan galaksi, menimbulkan pertanyaan baru mengenai teori dan metode yang digunakan selama ini.
Cara Menghitung Usia Alam Semesta
Ilmuwan menggunakan berbagai metode untuk menentukan usia alam semesta. Salah satunya dengan mengukur usia gugus bola, yaitu kumpulan padat yang berisi jutaan bintang yang terbentuk bersamaan.
Gugus itu berfungsi seperti jam kosmik yang membantu astronom memperkirakan umur bintang dan secara tidak langsung, usia jagat raya.
Penghitungan usia jagat raya juga berhubungan erat dengan Teori Big Bang. Teori itu menyebut alam semesta terus mengalami ekspansi sejak awal pembentukannya.
Untuk menghitung usia, ilmuwan mengukur konstanta Hubble (H0), yang menentukan kecepatan semesta berkembang. Namun, berbagai teknik pengukuran menghasilkan nilai yang sedikit berbeda, membuat perdebatan ilmiah masih terus berlanjut.
Salah satu masalah utama dalam perhitungan itu juga alam harus lebih tua daripada bintang tertua. Jika ada bintang yang usianya melebihi estimasi usia alam semesta, berarti ada kesalahan dalam teori atau metode perhitungan.
Bintang Tertua
Bintang Methuselah atau HD 140283, merupakan salah satu bintang tertua yang pernah ada. Peneliti memperkirakan bintang itu berusia 14,46 miliar tahun, hanya sekitar 200 juta tahun lebih muda dari usia jagat raya menurut estimasi Planck.
Methuselah terletak di antara rasi Ophiuchus dan Libra, serta pertama kali Walter Adams temukan pada 1912. Namun, pada 2000-an, hasil penelitian dengan satelit Hipparcos menunjukkan Methuselah bisa berusia hingga 16 miliar tahun.
Hal itu menimbulkan masalah karena usia bintang tersebut lebih tua dari jagat raya, yang secara teori tidak mungkin terjadi. Penelitian lanjutan menggunakan Teleskop Antariksa Hubble pada 2013 akhirnya merevisi usia Methuselah menjadi 14,46 miliar tahun, dengan margin kesalahan 0,8 miliar tahun.
Sementara itu, pada 2021, jurnal penelitian yang Tang dan timnya terbitkan kembali memperbarui usia bintang itu menjadi 12,01 miliar tahun, dengan margin kesalahan 0,5 miliar tahun. Revisi terbaru itu menunjukkan bintang Methuselah diperkirakan 1-2 miliar tahun lebih muda dari usia jagat raya, sesuai teori kosmologi yang ada saat ini.