Jakarta (Lampost.co) — Timnas Indonesia U-17 membuka lembaran baru dengan memanggil pemain diaspora, Jona Giesselink, mengikuti pemusatan latihan (TC) menjelang Piala Dunia U-17 2025. Dengan darah keturunan Indonesia dan posturnya, nama Jona mencuri perhatian karena punya potensi besar menjadi calon pesaing Elkan Baggott di masa depan.
Poin Penting:
-
Jona Giesselink memiliki keturunan Indonesia dari nenek dan kakek sang ibu yang berasal dari Maluku.
-
Postur tinggi menjadi keuntungan bagi timnas yang lemah dalam mengantispasi bola udara.
-
PSSI harus bergerak cepat untuk memproses naturalisasi agar rampung sebelum Piala Dunia U-17 2025.
Pemusatan latihan digelar pada 7 Juli hingga 10 Agustus 2025 di Bali. Pelatih Nova Arianto memanggil total 34 pemain, yang terdiri dari 17 pemain Piala Asia U-17 2025 dan 17 wajah baru, termasuk 9 pemain diaspora—salah satunya Jona Giesselink, yang saat ini bermain untuk FC Emmen U-16 di Belanda.
Miliki Darah Maluku
Nama Jona Giesselink sejatinya bukan nama baru bagi pengamat sepak bola diaspora Indonesia. Ia lahir pada 2 Maret 2008 di Hoogeveen, Belanda, dan kini berusia 17 tahun. Darah Halmahera, Maluku, mengalir dari kakek dan nenek sang ibu.
Baca juga: 5 Pemain Keturunan Potensial Gabung Timnas di September 2025
Menurut akun pemantau talenta Asia Tenggara, @southeastasiantalent, Jona adalah contoh pemain diaspora potensial yang sedang berkembang di Eropa. Ibunya lahir di Belanda, namun besar dalam keluarga berdarah Indonesia. Hal ini menjadi modal penting bagi PSSI apabila ingin memperkuat lini tengah Timnas dengan darah baru dari luar negeri.
Alasan Jadi Pesaing Baggott
Meski berbeda posisi—Jona bermain sebagai gelandang, sedangkan Elkan Baggott berposisi bek tengah—Giesselink berpotensi mengisi berbagai peran di lini pertahanan dan tengah. Ia terkenal memiliki kemampuan bermain bola dari kaki ke kaki, visi yang baik, serta disiplin dalam menjaga formasi.
Namun, paling mencolok adalah postur tubuhnya yang mencapai 190 sentimeter dalam usianya yang baru 17 tahun. Tingginya hanya terpaut 4 cm dari Baggott.
Postur tinggi sangat penting dalam sepak bola modern saat ini. Keunggulannya dalam memenangkan duel udara, bertahan dari serangan set-piece, bahkan menciptakan ancaman dalam situasi bola mati.
Status Kewarganegaraan Jadi Tantangan
Sayangnya, ada kendala bagi Jona untuk membela Timnas Indonesia secara resmi di ajang internasional karena tidak memiliki paspor Indonesia. Untuk itu, dia wajib menjalani proses naturalisasi terlebih dahulu.
Kemungkinan, pemanggilan Jona mengikuti TC menjadi dari strategi menguji kemampuannya secara langsung. PSSI harus bergerak cepat merampungkan proses naturalisasinya sebelum Piala Dunia U-17 2025 yang akan berlangsung di Qatar, 3—27 November 2025, jika dia menunjukkan performa menjanjikan.
Tim besutan Nova Arianto sangat membutuhkan kehadiran pemain-pemain diaspora yang kompetitif. Apalagi dalam gelaran nanti, Garuda Asia masuk grup keras bersama 4 kali juara dunia Brasil, Honduras, dan Zambia di Grup H.
Transisi Era dan Absennya Elkan Baggott
Selain itu, situasi yang menimpa Elkan Baggott jadi sorotan dengan pemanggilan Jona mengikuti TC. Sejak perseteruan dengan pelatih sebelumnya Shin Tae-yong dan timnas di era Patrick Kluivert, nama Elkan belum kembali masuk skuad timnas, baik di level senior maupun U-23.
Absennya Elkan membuka peluang bagi para pemain muda, seperti Jona, sebagai calon pesaing seniornya, untuk unjuk gigi. Di sinilah Giesselink bisa mengambil peran sebagai generasi baru tulang punggung timnas, terutama jika mampu beradaptasi dengan gaya bermain pelatih dan rekan satu tim.