
Uswatun Hasanah Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Intan Lampung
KETIKA tahun ajaran baru tiba, adalah momen yang membahagiakan sekaligus menjadi dilema besar bagi orang tua yang memiliki anak yang akan masuk Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyyah (MI). Syarat masuk sekolah yang semakin ketat dan biaya pendidikan yang semakin tinggi menjadi beban yang tidak ringan. Fenomena ini menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi orang tua dari kalangan menengah ke bawah. Barangkali jika di daerah atau di dusun persyaratan-persyaratan masuk sekolah tidak begitu berat atau tidak melalui seleksi yang ketat. Namun berbeda dengan di kota-kota, penerimaan siswa baru harus melalui syarat yang ketat dan sulit.
Persyaratan masuk sekolah yang semakin sulit
Dulu, masuk SD hanya membutuhkan akta kelahiran dan kartu keluarga. Namun, sekarang banyak sekolah terutama sekolah favorit atau sekolah-sekolah unggulan menerapkan berbagai persyaratan tambahan. Diantaranya batasan usia yang ketat, Pemerintah telah menetapkan aturan batasan usia masuk SD harus berusia minimal 6 tahun per 1 Juli tahun berjalan. Meski ada pengecualian bagi anak cerdas istimewa, namun proses mendapatkan dispensasi tidaklah mudah. Kemudian adanya seleksi kemampuan akademik dasar seperti membaca, menulis, dan berhitung (calistung), meski oleh pemerintah aturan tersebut dilarang namun sekolah-sekolah banyak yang masih menerapkan syarat tersebut.
Dengan usia anak masih 6 tahun sudah diharuskan untuk bisa calistung. Artinya saat anak berada di bangku TK mereka harus belajar calistung. Usia yang cukup dini bagi anak untuk dijejali materi yang berat. Hal ini berbalik dengan zaman dahulu anak belajar calistung ketika berada di bangku SD sehingga secara psikologis dan kognitif anak cukup siap menerima pelajaran dan tuntutan kurikulum. Maka hal tersebut membuat banyak orang tua dilema ketika menghadapi anaknya belum bisa membaca dan berhitung di usia menjelang masuk SD. Sehingga mengikutkan les anak mereka menjadi pilihan agar lolos seleksi. Lalu sistem Zonasi yang ketat, sistem yang sesuai aturan pada sekolah-sekolah negeri mengharuskan anak masuk ke sekolah-sekolah dengan berdasarkan pada satu kelurahan antara tempat tinggalnya dengan sekolah.
Hal ini perlu di koreksi, karena terdapat keluhan orang tua yang mau memasukkan anaknya ke SD depan rumahnya tidak di terima dengan alasan berbeda kelurahan. Sistem zonasi seperti ini justru menjadi kebijakan yang terasa menyulitkan. Jikapun sistem menerapkan zonasi alangkah baiknya jika melihat dari sudut radius atau jarak antara lokasi tempat tinggal dengan lokasi sekolah. Dampaknya juga orang tua seringkali harus mencari cara agar alamat mereka sesuai dengan zona yang diinginkan.
Biaya pendidikan yang semakin mahal
Selain tantangan dalam memenuhi syarat masuk, biaya pendidikan juga menjadi faktor utama yang membebani orang tua. Terutama di wilayah perkotaan, biaya masuk Sekolah-seolah swasta rata-rata di atas 5 juta. Maka tidak heran orang tua berburu memasukkan anaknya ke sekolah-sekolah negeri. Namun faktanya sekolah negeri juga menerapkan syarat yang menyulitkkan. Menghadapi hal ini tentu butuh persiapan jauh-jauh hari terutama bagi orang tua dari kalangan menengah kebawah.
Meskipun sekolah-sekolah negeri tidak memungut biaya SPP karena program wajib belajar, namun terdapat pengeluaran lain yang perlu diperhitungkan. Yaitu biaya pangkal yang juga cukup besar; seperti uang gedung, biaya seragam, buku paket, dan perlengkapan sekolah. Orang tua harus menyiapkan anggaran untuk membeli seragam, sepatu, tas, dan alat tulis. Harga perlengkapan juga tidak murah, terutama jika sekolah menentukan aturan khusus mengenai model seragam. Lalu, Buku LKS (Lembar Kerja Siswa) meski beberapa sekolah telah menyediakan buku gratis, namun masih banyak sekolah yang mengharuskan siswa membeli LKS dan buku perlengkapan laiinya.
Kemudian biaya ekstrakurikuler, studi wisata, atau les tambahan sering kali membutuhkan biaya ekstra yang cukup besar. Jika tidak diikuti bisa tertinggal oleh tuntutan kurikulum. Selain itu biaya transportasi dan makan, orang tua harus menyiapkan kebutuhan uang saku dan makan siang anak serta biaya antar jemput bagi yang lokasi tempat tinggalnya jauh dari sekolah
Solusi yang bisa dilakukan orang tua
Menghadapi dilema ini, orang tua dapat mencoba beberap strategi untuk meringankan beban mereka, dengan mencari informasi lebih awal. Yakni dengan memahami syarat masuk sekolah sejak jauh-jauh hari, orang tua lebih siap dalam menyesuaikan usia anak dan dokumen yang harus tersedia. Menabung untuk pendidikan, dengan mengalokasikan dana khusus sejak dini dapat membantu mengurangi beban keuangan saat tahun ajaran baru tiba. Lalu, memilih sekolah yang sesuai kemampuan. Karena tidak semua sekolah mahal menjamin pendidikan terbaik. Namun pendidikan terbaik itu bisa terlihat dari kualitas guru yang mengajar, sistem pengajaran, dan aturan sekolah bagaimana sekolah mengahadapi berbagai kasus seperti kasus-kasus bulliying yang marak sekarang ini. Dan bisa jadi sekolah yang dekat dengan rumah itu justru yang terbaik. Kemudian orang tua juga bisa memanfaatkan bantuan pemerintah seperti beberapa program Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan bantuan pendidikan lainnya bisa bermanfaat untuk meringankan biaya sekolah.
Tantangan masuk SD memang semakin sulit dan mahal, ini menjadi fenomena akademik yang harus di hadapi orang tua dan anak. Akan tetapi perlu menjadi perhatian bagi pemerintah dan lembaga pendidikan agar kiranya persyaratan yang menyulitkan bisa minimal. Karena pendidikan adalah investasi jangka panjang. Sehingga persiapan yang baik akan membantu anak mendapatkan pendidikan yang berkualitas tanpa membebani kondisi keuangan keluarga secara berlebihan.