• Pedoman Media Siber
  • Redaksi
  • Iklan
  • Tentang Kami
  • E-Paper
Jumat, 13/06/2025 17:11
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS
No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS
No Result
View All Result
Home Humaniora

KPBU: Infrastruktur Daerah Terbangun, Penatausahaan Harus Terjaga

Beberapa daerah yang sedang menjajaki adalah Pemprov Lampung kerjasama dengan PT. HK dan Kabupaten Tulang Bawang dengan PT. Globalasia Infrastruktur Fund (GIF)

Mustaan by Mustaan
23/05/25 - 14:39
in Humaniora, Opini
A A
infrastruktur

Pekerja dan alat berat sedang melakukan perbaikan infrastruktur jalan di Lampung. Dok Lampost.co

infrastruktur
Saring Suhendro
Peneliti Keuangan Publik

BELAKANGAN ini, banyak pemda mulai tertarik pada cara baru membangun infrastruktur tanpa harus mengajukan utang atau mengeluarkan belanja modal di awal. Namanya Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha dengan skema Availability Payment (AP) atau disingkat KPBU-AP. Beberapa daerah yang sedang menjajaki adalah Pemprov Lampung kerjasama dengan PT. HK dan Kabupaten Tulang Bawang dengan PT. Globalasia Infrastruktur Fund (GIF). Dalam pola ini, badan usaha yang lebih dulu membangun, sementara pemda cukup membayar secara bertahap selama periode kerja sama, tapi hanya jika layanan yang dibangun benar-benar tersedia dan sesuai standar.

Namun di balik skema yang tampak menjanjikan ini, terdapat sisi yang kerap luput dari sorotan yaitu penatausahaan keuangan dan aset.  Oleh karena itu, pertanyaan mendasarnya: bagaimana KPBU-AP ditinjau dari perspektif penatausahaan keuangan daerah terkait pencatatan, penganggaran, pengakuan aset, hingga pelaporan beban dan utang secara akuntabel? 

Konsep Layanan dan Pembayaran KPBU-AP

Untuk memahami konsep layanan, saya ilustrasikan seseorang sebagai penyewa gedung pertemuan, sementara badan usaha selaku pemilik gedung. Penyewa hanya akan membayar sewa jika gedung tersebut tersedia secara penuh, dalam kondisi layak pakai: bersih, berfungsi, listrik menyala, AC hidup, dan kursi tertata rapi setiap hari sesuai jadwal. Kalau AC mati, atau kursi berantakan, atau atap bocor, maka sewa dibayar separuh, atau bahkan tidak dibayar sama sekali. Nah, inilah konsep Service Level Agreement (SLA) atau standar layanan minimum yang harus dipenuhi. Analogi ini menggambarkan prinsip dasar KPBU-AP yang menekankan pembayaran berbasis kinerja, bukan hanya penyediaan fisik infrastruktur semata.

Dalam konteks KPBU-AP, prinsip pembayaran berbasis kinerja menjadi fondasi utama. Pemda hanya akan membayar jika layanan benar-benar tersedia dan sesuai standar yang telah disepakati. Jika tidak terpenuhi, pembayaran bisa ditunda atau dikurangi. Mekanisme ini mulai berlaku sejak infrastruktur dinyatakan siap digunakan, telah dilakukan serah terima secara resmi melalui berita acara serah terima (BAST) ke pemda, dan SLA telah diverifikasi. Selanjutnya, pembayaran dimulai pada tahun anggaran pertama setelah proyek siap operasional.

Daya tarik skema ini sering membuat pemda tergoda mengimplementasikannya secara cepat, padahal di balik fleksibilitas itu, ada tantangan yang tidak ringan, terutama dalam urusan pencatatan keuangan dan pengelolaan aset. Banyak daerah masih keliru memahami skema ini. Salah satu kekeliruan paling umum adalah menganggap pembayaran KPBU-AP sebagai belanja modal. Padahal, sesuai PMK 180/2022 pembayaran ini seharusnya dicatat sebagai belanja operasional, karena yang dibayar bukan bangunannya, tapi layanannya.

Risiko Salah Pencatatan dan Beban Fiskal Tersembunyi

Kalau keliru mencatat, risikonya bukan cuma soal laporan keuangan yang salah, tapi juga bisa berdampak pada penilaian efisiensi anggaran dan bisa jadi temuan audit. Beberapa kasus menunjukkan bahwa kesalahan klasifikasi menyebabkan lonjakan belanja modal yang tidak sejalan dengan realisasi aset, atau bahkan menyebabkan kelebihan bayar karena layanan belum diverifikasi. Apalagi jika pengawasan terhadap capaian SLA dilakukan secara longgar. infrastruktur

Selain keliru dalam klasifikasi belanja, sebagian daerah juga belum memahami cara mencatat beban dan utang dengan benar. Karena tidak ada uang masuk ke kas daerah atau pembayaran bunga-pokok seperti utang, maka pembayaran KPBU-AP tidak boleh langsung dicatat sebagai utang. Pemda hanya boleh mencatat beban dan utang jangka pendek setiap tahun, itu pun kalau layanan sudah benar-benar diberikan dan sesuai kesepakatan. Tidak jarang ditemukan daerah yang menganggarkan seluruh nilai proyek KPBU-AP dalam satu tahun atau mencatatnya sebagai utang jangka panjang sejak awal, yang jelas bertentangan dengan prinsip kehati-hatian fiskal.

Dalam konteks ini, pencatatan menjadi betul-betul berbasis kinerja. Kalau layanan tidak memenuhi standar, pembayaran bisa ditunda atau dikurangi. Bahkan ada mekanisme claw back, yaitu pemda bisa menarik kembali kelebihan pembayaran jika ternyata layanan yang diberikan tidak sesuai. Tapi mekanisme ini hanya bisa berjalan jika ada dokumentasi penilaian yang sahih dan sistem pengendalian internal yang aktif.

Selama proyek masih berjalan dan belum diserahterimakan, aset yang dibangun oleh badan usaha belum bisa dicatat sebagai barang milik daerah. Aset baru bisa diakui setelah diserahkan secara resmi, apakah lewat hibah nonkas atau transfer investasi dengan BAST barang sebagaimana diatur dalam Permendagri 19/2016 jo. Permendagri 7/2024.

Praktik Daerah dan Pelajaran dari Lapangan

Situasi ini bukan lagi sekadar wacana. Dalam praktiknya, kasus pencatatan nilai kontrak KPBU SPAM Jatiluhur I oleh pemerintah pusat, yang berlokasi di wilayah Provinsi Jawa Barat, menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) Tahun 2023, BPK menyatakan bahwa pencatatan seluruh nilai kontrak KPBU-AP dalam neraca sejak proyek dimulai tidak sesuai dengan prinsip akuntansi berbasis akrual berbasis kinerja. Hal ini disebabkan belum adanya serah terima aset dan belum terpenuhinya SLA. Akibatnya, laporan keuangan pemerintah pusat harus direvisi dan dilakukan koreksi atas pos neraca yang sempat membengkak.

Tantangan terbesar KPBU-AP justru bukan soal politik atau keberanian membangun, tapi soal ketelitian administratif. Evaluasi layanan harus dilakukan rutin dan terdokumentasi. OPD teknis sebagai pengguna barang, dibantu Sekda atau tim KPBU, harus memastikan layanan memang layak dibayar. Setelah aset diserahkan, data Kartu Inventaris Barang (KIBAR) juga harus segera diperbarui agar tidak terjadi selisih antara catatan dan kenyataan.

Penutup infrastruktur

KPBU-AP merupakan cara membangun tanpa utang, tapi bukan berarti tanpa tanggung jawab. Setiap rupiah yang dibayar harus berdasar pada hasil nyata. Kalau pengendalian dan pencatatannya lemah, justru bisa jadi jebakan fiskal baru. Pemda perlu sadar bahwa beban fiskal dalam KPBU-AP muncul bertahap, bukan hilang.

Membangun infrastruktur bukan cuma soal fisik. Ini soal tata kelola, transparansi, dan komitmen jangka panjang. KPBU-AP bisa jadi solusi cerdas kalau dikelola hati-hati dan akuntabel. Karena ujung-ujungnya, yang kita bangun bukan hanya jalan atau gedung, tapi juga kepercayaan rakyat terhadap cara pemerintah mengelola uang mereka.

Tags: DaerahiinfrastrukturkoloomOpinipenatausahaanterbangun
ShareSendShareTweet

Berita Lainnya

Pertahankan Diri dari Covid dengan Iman, Imun, Aamiin

Pertahankan Diri dari Covid dengan Iman, Imun, Aamiin

by Mustaan
13/06/2025

Bandar Lampung (lampost.co) -- DALAM beberapa hari belakangan ini, terdengar informasi infeksi Covid kembali menyeruak di belahan dunia, termasuk negeri...

Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat dalam Sosialisasi Empat Pilar MPR RI di depan anggota Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Indonesia (Himpaudi) Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Kamis (12/6).

Peningkatan Kesejahteraan Guru PAUD Tanggung Jawab Bersama

by Delima Napitupulu
12/06/2025

Kudus (Lampost.co) – Peningkatan kesejahteraan guru PAUD nonformal harus menjadi perhatian bersama, demi melahirkan generasi penerus bangsa yang siap bersaing...

posko

Cegah Kecurangan SPMB, Disdikbud Lampung Buka Posko Aduan-Verifikasi Faktual

by Delima Napitupulu
12/06/2025

Bandar Lampung (Lampost.co) -- Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Lampung mulai membuka Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) pada 16 -...

Load More
Facebook Instagram Youtube TikTok Twitter

Affiliated with:

Informasi

Alamat 
Jl. Soekarno – Hatta No.108, Hajimena, Lampung Selatan

Email

redaksi@lampost.co

Telpon
(0721) 783693 (hunting), 773888 (redaksi)

Sitemap

Beranda
Tentang Kami
Redaksi
Compro
Iklan
Microsite
Rss
Pedoman Media Siber

Copyright © 2024. Lampost.co - Media Group, All Right Reserved.

No Result
View All Result
  • BERANDA
  • BOLA
  • TEKNOLOGI
  • EKONOMI BISNIS
    • BANK INDONESIA LAMPUNG
    • BANK SYARIAH INDONESIA
  • PENDIDIKAN
    • UNIVERSITAS TEKNOKRAT INDONESIA
    • UNILA
    • UIN LAMPUNG
    • U B L
    • S T I A B
  • KOLOM
    • OPINI
    • REFLEKSI
    • NUANSA
    • TAJUK
    • FORUM GURU
  • LAMPUNG
    • BANDARLAMPUNG
    • PEMKOT BANDARLAMPUNG
    • PEMPROV LAMPUNG
    • TULANG BAWANG BARAT
    • LAMPUNG BARAT
  • IKLAN PENGUMUMAN
  • INDEKS

Copyright © 2024. Lampost.co - Media Group, All Right Reserved.