Bandar Lampung (Lampost co) — Civitas academica Universitas Indonesia (UI) turut prihatin atas kondisi perpolitikan tanah air di masa pemilihan umum atau Pemilu 2024. Mereka menilai, tatanan hukum dan demokrasi saat ini hancur khususnya peristiwa politik terkait Pemilu 2024.
Sebagai ungkapan keprihatinan Civitas Akademika UI memutuskan menggelar aksi bertajuk ‘ Genderang Universitas Indonesia Bertalu Kembali ‘ yang berlangsung di bundaran (Rotunda) depan Rektorat UI pada Jumat (2/2).
Narahubung aksi Sulistyowati Irianto mengatakan Civitas Akademika UI mengeluarkan empat pesan menyoroti kondisi perpolitikan di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Pertama, mengutuk segala bentuk tindakan yang menindas kebebasan berekspresi. Kedua, menuntut hak pilih rakyat dalam pemilu dapat dijalankan tanpa intimidasi dan ketakutan, berlangsung jujur dan adil.
Ketiga dan keempat, menuntut agar semua aparatur sipil negara (ASN), Pejabat Pemerintah, TNI dan Polri dibebaskan dari paksaan untuk memenangkan salah satu paslon sertamenyerukan agar semua perguruan tinggi di seluruh tanah air mengawasi dan mengawal secara ketat pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara di wilayah masing-masing.
“Mari kita jaga bersama demokrasi dan negara kesatuan republik Indonesia yang kita cintai dan banggakan. Kampus kami adalah kampus perjuangan, yang telah melahirkan para petarung yang berdiri paling depan dalam menghadapi berbagai peristiwa berat bangsa ini,” katanya.
“Para pendahulu kami, bahkan telah menumpahkan darahnya: Arif Rahman (1965), Yun Hap (1998), dan tak terbilang yang dipenjara tanpa pengadilan tahun 1974 dan 1978 karena menolak penguasa otoritarian, ” katanya.
Dikatakan, lima tahun terakhir, utamanya menjelang Pemilu 2024, jajarannya kembali terpanggil untuk menabuh genderang, membangkitkan asa dan memulihkan demokrasi negeri yang terkoyak. Negeri ini, ucapnya nampak kehilangan kemudi akibat kecurangan dalam perebutan kuasa, nihil etika, menggerus keluhuran budaya serta kesejatian bangsa.
“Maka (kami) warga dan alumni UI prihatin atas hancurnya tatanan hukum, dan demokrasi dan hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat. Terutama korupsi, kolusi dan nepotisme telah menghancurkan kemanusiaan, serta merampas akses keadilan kelompok miskin terhadap hak pendidikan, kesehatan, layanan publik, dan berbagai kelayakan hidup. Keserakahan atas nama pembangunan tanpa naskah akademik berbasis data. Tanpa kewarasan akal budi dan kendali nafsu keserakahan, telah menyebabkan semakin punahnya sumber daya alam hutan, air, kekayaan di bawah tanah dan laut, memusnahkan keanekaragaman hayati, dan hampir semua kekayaan bangsa kita,” paparnya.
Ia menceritakan saat ini elit politik lupa bahwa di dalam hutan, di pinggir sungai, danau dan pantai, ada orang-orang, flora dan fauna, dan keberlangsungan kebudayaan masyarakat adat, bangsa ini. “Kami resah dan geram atas sikap dan tindak laku para pejabat, elite politik dan hukum yang mengingkari sumpah jabatan mereka untuk menumpuk harta pribadi, dan membiarkan negara tanpa tata kelola dan digerus korupsi, yang memuncak menjelang Pemilu. Kami cemas kegentingan saat ini akan bisa menghancurkan masa depan bangsa dan ke-Indonesia-an,” tuturnya.
Mr Soepomo, salah seorang perumus Konstitusi, UUD 45, Rektor UI tahun 1951-1954, sebutnya, pernah berpesan agar sivitas akademika Universiteit van Indonesia dengan otonomi atau kebebasan akademik yang melekat, dapat merebut kembali zaman keemasan Sriwijaya yang menjadi pusat ilmu pengetahuan dunia. “Maka, berdasarkan ruh kebebasan akademik yang kami punya, kami berdiri di sini mengajak warga dan alumni UI, untuk segera merapatkan barisan,” ucapnya.
Triyadi Isworo