Bandar Lampung (Lampost.co) — Kasus perundungan (bullying) di lingkungan pendidikan masih kerap terjadi. Hal itu akibat belum adanya sistem atau mekanisme penanganan yang jelas terhadap tindakan tersebut.
Dosen Program Studi Psikologi Universitas Malahayati, Octa Reni Setiawati, menjelaskan bentuk bullying sosial sering kali luput dari perhatian. Jenis itu kerap dianggap sepele padahal dampaknya bisa menimbulkan tekanan psikologis bagi korban.
“Bullying sosial ini biasanya tidak kasat mata atau sepele, misalnya pengucilan, ejekan. Ini mekanisme yang biasanya menjadi hal lumrah dan kebanyakan orang menormalisasi,” ujarnya.
Menurutnya, lembaga pendidikan perlu memiliki sistem yang jelas dalam menangani kasus perundungan. Persoalan itu akan terus berulang tanpa adanya mekanisme pelaporan dan kebijakan yang kuat.
“Maka dunia pendidikan harus punya sistem, masalah bullying tidak akan beres karena tidak ada sistem. Contoh sederhana, jika ada bully tempat aduannya ke mana? Harusnya tersedia. Mekanisme atau alur pengaduan sejauh ini tidak jelas. Harus terbangun sistem, kebijakannya juga jelas ada SOP. Termasuk konsekuensi yang jelas,” jelasnya.
Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara seluruh elemen pendidikan. Hubungan yang positif antara guru, orang tua, dan siswa menjadi langkah awal untuk menciptakan lingkungan belajar yang aman dan nyaman.
“Sinerginya antara orangtua, siswa, guru itu harus terbangun. Interaksi dan komunikasi elemen ini harus positif,” kata dia.
Octa juga menilai edukasi tentang anti-bullying harus berjalan sedini mungkin. Ia menyarankan agar materi pencegahan perundungan masuk dalam kurikulum sekolah dasar bahkan taman kanak-kanak.
“Bahkan edukasi juga harus sejak tingkat playgroup. Sistem pendidikan perlu memasukkan tema-tema anti bullying,” ujarnya.
Pendidikan Harus Ajarkan Kemanusiaan dan Adab
Dia menegaskan, tujuan pendidikan seharusnya tidak hanya menekankan aspek akademik. Nilai kemanusiaan dan adab harus menjadi bagian penting dari proses belajar.
“Pendidikan adalah satu ruang bagi masa depan dan itu bukan hanya soal kepintaran, tapi juga tentang adab dan rasa kemanusiaan. Kita sadari kehidupan manusia itu bukan tentang siapa paling kuat tapi cara manusia itu bisa hadir untuk orang lain. Termasuk cara kita bisa mengasihi dan mencintai orang lain,” kata dia.








