Bandar Lampung (Lampost.co) — Pengajar hukum pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini menilai bahwa calon tunggal pada Pilkada 2024 bukan agenda lokal. Tetapi ekses dari agenda elite nasional. “Kemudian ada penetrasi melalui rekomendasi dewan pengurus pusat (DPP) partai politik. Yang hanya menghasilkan calon tunggal,” kata Titi dalam webinar, Minggu, 8 September 2024.
Sehingga, ia mengatakan bahwa calon tunggal pada pilkada bukan hanya soal permasalahan daerah atau demokrasi lokal tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Tetapi telah menjadi sesuatu yang terciptakan oleh propaganda politik nasional. Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa fenomena calon tunggal saat ini memiliki pola dengan memborong dukungan mayoritas partai politik, mulai dari 12 hingga 18 dukungan.
Walaupun demikian, ia mengatakan bahwa fenomena tersebut sempat terselamatkan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor. 60/PUU-XXII/2024 yang mengubah ambang batas pencalonan calon kepala dan wakil kepala daerah. “Tangerang Selatan hampir melawan kotak kosong 16 partai versus satu partai. Selamat karena putusan MK,” ujarnya.
Oleh sebab itu, ia merekomendasikan adanya evaluasi atas sentralisasi pencalonan kepala dan wakil kepala daerah. Selain itu, ia menyarankan agar otonomi pencalonan diberikan kepada pengurus partai di daerah, bukan seperti saat ini yang terpusat di DPP.
Sebelumnya, Komisi Pemilihan Umum mencatat ada 41 daerah. yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah atau pada Pilkada 2024 berdasarkan data per Rabu (4/9) pukul 23.59 WIB. Adapun 41 daerah itu terdiri atas satu provinsi, 35 kabupaten, dan lima kota.