Bandar Lampung (Lampost.co) — Film Dirty Vote yang baru rilis pukul 11.00 WIB, pada Minggu, 11 Februari 2024, langsung menjadi perbincangan hangat dan merenggut banyak atensi masyarakat.
Film itu menampilkan tiga ahli hukum, yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari. Ketiganya mengulik dengan rinci bentuk-bentuk kecurangan yang terjadi untuk melanggengkan dinasti politik Jokowi pada Pemilu 2024 ini.
Film Dirty Vote memperlihatkan peran Presiden Joko Widodo dalam kontestasi politik. Presiden diduga mengerahkan lembaga negara dan berbagai instrumennya untuk membantu pemenangan Prabowo-Gibran.
Guru Besar Ilmu Politik Unila, Prof Ari Darmastuti, mengaku sangat antusias untuk menonton film tersebut. Dia pun mengaku baru selesai menontonnya. “Saya baru saja selesai nonton,” ujarnya, kepada Lampost.co, Minggu, 11 Februari 2023.
Menurutnya, semua data dalam film Dirty Vote sebagai fakta-fakta. Namun, kemampuan merangkainya menjadi narasi utuh membutuhkan kemampuan sintesa dan abstraksi yang kuat dan mumpuni. “Membuat film itu butuh keberanian luar biasa,” ujarnya.
Masyarakat bisa mengakses film Dirty Vote sebagai landasan bagi para pemilih untuk bersikap dan menentukan pilihannya di TPS 14 Februari. “Bahkan tanpa film ini pun masyarakat harusnya bisa mencari informasi yang akurat untuk menentukan pilihan pada pemilu legislatif dan pilpres nanti,” ujarnya.
Akademisi Ilmu Pemerintahan FISIP Unila itu menyebut salah satu syarat demokrasi yang sehat adalah adanya perilaku politik warga. Sikap itu mendasar pada pengetahuan memadai dan sikap yang jujur terhadap situasi yang ada.
“Bukan sikap karena ketakutan, intimidasi atau distorsi karena variabel pengganggu, misalnya money politic,” kata dia.
Effran