Bandar Lampung (Lampost.co) — Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dapat memutus dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu (KEPP). Hal itu terkait asusila dengan teradu Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy’ari murni berdasarkan faktor hukum.
.
Hal itu tersampaikan kuasa hukum pengadu dari Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Fakultas Hukum Universitas Indonesia (LKBH-FHUI), Aristo Pangaribuan.
.
Dugaan terkait asusila itu dari seorang perempuan anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) Den Haag, Belanda, berinisial CAT sejak Kamis (18/4) lalu. Hasyim sendiri sudah menjalani dua kali sidang secara tertutup pada Kantor DKPP, Jakarta, yakni pada Rabu (22/5) dan Kamis (6/6).
.
“Mudah-mudahan murni DKPP memutuskan dengan melihat faktor-faktor hukum saja, berdasarkan alat bukti. Dan tidak ada faktor-faktor eksternal non-teknis yang ikut bermain,” terang Aristo kepada Media Indonesia, Selasa, 18 Juni 2024.
.
Kemudian ia tidak menutup kemungkinan adanya kekhawatiran bagi DKPP untuk mempertimbangkan faktor eksternal dalam memutus perkara Hasyim. Atas kekhawatiran itu, Aristo menyebut banyak dukungan yang tersampaikan kelompok masyarakat sipil ke DKPP agar dapat berani menjatuhkan putusan maksimal.
.
Teranyar, 15 tokoh yang terdiri dari akademisi, eks anggota KPU RI maupun Bawaslu RI. Serta pegiat pemilu juga menyampaikan surat terbuka kepada DKPP. Mereka menyatakan dukungan kepada DKPP untuk berani memberikan sanksi maksimal kepada penyelenggara pemilu. Baik tingkat daerah maupun pusat, yang menjadi pelaku kekerasan seksual.
.
Penyalahgunaan
.
Sebelumnya, Asosiasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Indonesia, misalnya, ikut menyampaikan pendapat hukum secara resmi kepada DKPP. LBH APIK berkesimpulan bahwa Hasyim dapat dugaan kuat menyalahgunakan kedudukan, wewenang, dan pembawanya. Sebagai Ketua KPU RI dengan melakukan tipu muslihat agar dapat melakukan aktivitas seksualnya dengan CAT.
.
Sementara Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) sekaligus Komisioner KPU RI periode 2012-2017 Nafis Gumay menjelaskan, ada mekanisme yang mengatur pengganti pimpinan KPU. Jika keduanya diberhentikan secara permanen dari jabatan berdasarkan putusan DKPP. Oleh karena itu, publik tidak perlu khawatir terjadi kekosongan jabatan.
.
“Jadi jangan bayangkan nanti ada kekosongan ketua, harus ada seleksi. Nggak. Semua itu sudah ada (mekanismenya), jadi terlalu berlebihan. Jangan-jangan kita memanfaatkan ketidakpahaman, jadi seolah-olah kita harus melindungi, harus pertahankan,” terangnya.
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT