Bandar Lampung (Lampost.co) – Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) RI, M. Tio Aliansyah menilai wajar bila peringatan keras terakhir diberikan lebih dari sekali oleh pihaknya kepada teradu.
Selanjutnya Tio menjelaskan bahwa hal itu memungkinkan karena dalam menjalankan tahapan pemilu atau pilkada. Komisi Pemilihan Umum (KPU) maupun Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) bekerja sesuai dengan tahapan.
“Ada tahapan pemutakhiran data pemilih, pencalonan, kampanye, pemungutan dan penghitungan suara. Itu tidak terakumulasi atau akumulatif sanksinya,” kata Tio, Jumat, 27 September 2024.
Selain itu, ia mengatakan bahwa bila tahapannya sama. Sanksi dari DKPP akan terus meningkat. “Kalau pada tahapan yang sama, dari peringatan itu bisa naik jadi peringatan keras. Atau bisa mendapatkan peringatan keras terakhir naiknya. Tetapi dalam tahapan yang sama. Tahapan yang berbeda tidak terakumulasi,” ujarnya.
Selanjutnya ia menjelaskan bahwa amar putusan DKPP ada tiga jenis. Yakni peringatan tertulis, pemberhentian sementara, dan pemberhentian tetap. Untuk peringatan tertulis. Terbagi menjadi tiga jenis, termasuk peringatan keras terakhir.
“Paling ringan itu peringatan, yang sedang peringatan keras. Dan yang paling berat peringatan keras terakhir,” jelasnya.
Kemudian ia mengungkapkan bahwa per 25 September 2024 pukul 20.15 WIB DKPP RI telah meregistrasi 226 perkara, dan 103 telah terputus yang melibatkan 545 penyelenggara pemilu sebagai teradu. “Sebanyak 322 teradu direhabilitasi. Atau pemulihkan nama baiknya karena tidak terbukti melanggar,” ujarnya.
Selanjutnya ia juga menjelaskan bahwa DKPP RI telah memutuskan memberikan sanksi teguran atau peringatan tertulis terhadap 131 teradu. Kemudian empat teradu terkena pemberhentian sementara, dan 38 teradu. Seperti mantan Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari, mendapatkan sanksi pemberhentian tetap.
“Pemberhentian tetap itu amar putusannya ada tiga jenis. Pertama, sebagai ketua, ketua divisi, dan ketiga yang paling berat sebagai anggota penyelenggara pemilu,” katanya.