Jakarta (Lampost.co) — Linimasa media sosial dihebohkan dengan kemunculan gambar burung Garuda berwarna biru tua dengan tulisan “Peringatan Darurat”. Simbol negara yang biasanya identik dengan warna merah dan emas ini, kini disulap menjadi representasi kekhawatiran publik terhadap kondisi demokrasi Indonesia.
Hashtag #PeringatanDarurat bahkan menduduki puncak trending topik di Twitter pada Rabu (21/8) sore. Lebih dari 40 ribu pengguna telah membahas isu ini, menunjukkan betapa besar perhatian masyarakat terhadap fenomena ini.
Apa Makna di Balik Garuda Biru?
Bagi banyak warganet, gambar Garuda biru dengan tulisan “Peringatan Darurat” bukanlah sekadar gambar biasa. Simbol ini mengacu pada peringatan darurat yang biasa digunakan oleh pemerintah pada era orde baru, yang menandakan adanya ancaman serius terhadap keamanan dan ketertiban negara.
Baca juga: MK Ubah Syarat Pencalonan Pilkada, 7 Parpol Bisa Usung Calon Sendiri untuk Pilgub Lampung
Dengan menggunakan simbol ini, warganet ingin menyampaikan pesan kuat bahwa demokrasi Indonesia sedang dalam keadaan darurat. Revisi Undang-Undang Pilkada yang di nilai mengabaikan putusan Mahkamah Konstitusi di anggap sebagai ancaman serius terhadap prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan.
Protes Atas Revisi UU Pilkada
Fenomena ini bermula dari keputusan Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang menyepakati revisi Undang-Undang Pilkada. Revisi tersebut secara efektif menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PPU-XXII/2024 yang membuka peluang bagi partai politik tanpa kursi di DPRD untuk mengajukan calon kepala daerah.
Banyak pihak menilai bahwa keputusan DPR ini akan memperkuat praktik politik dinasti dan menghambat partisipasi politik masyarakat. Akibatnya, muncullah gerakan #GarudaBiru sebagai bentuk protes terhadap langkah DPR tersebut.
Akun-Akun Publik Bergabung
Gerakan ini semakin menguat dengan dukungan dari berbagai kalangan, termasuk tokoh publik. Akun kolaborasi @najwashihab, @matanajwa, dan @narasitv menjadi pelopor penyebaran gambar Garuda biru. Najwa Shihab dalam komentarnya menulis, “Hanya ada satu kata….”
Ungkapan singkat ini seolah menjadi representasi dari kekhawatiran banyak orang terhadap arah demokrasi Indonesia.
Pandji Pragiwaksono turut menyuarakan dukungannya melalui akun Twitter. Ia menulis, “Yang bilang ‘Eh kenapa lo ikut2an? Itu kan pilihan elo’ mending tutup mulut. Kita butuh sebanyak-banyaknya pasukan. Orang mau merapatkan barisan kok malah di dorong menjauh? Mau menangin Bangsa atau mau menangin ego?”
Dengan pernyataan tegas ini, Pandji mengajak masyarakat untuk bersatu dalam memperjuangkan nilai-nilai demokrasi.”
Tidak hanya di media sosial, protes ini juga memicu diskusi lebih luas di berbagai platform. Sejumlah pengamat politik dan aktivis turut menyuarakan keprihatinan mereka, menekankan bahwa keputusan DPR berpotensi memperburuk kualitas demokrasi di Indonesia. Beberapa bahkan menyarankan agar masyarakat bersiap untuk menghadapi masa-masa sulit jika revisi UU Pilkada ini benar-benar di terapkan.
Gerakan #GarudaBiru yang viral ini mencerminkan ketidakpuasan publik yang mendalam terhadap langkah DPR dalam merevisi Undang-Undang Pilkada.