Bandar Lampung (Lampost.co) – Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memiliki sejarah panjang. Kemudian kedua belah pihak mempunyai keterkaitan satu sama lain.
“Kalau titik awal memang dari dokumen-dokumen yang saya baca pada era Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid). Kemudian NU bersifat kultural, untuk bermain membuat keputusan negara harus ada organ resmi. Muncullah PKB,” ujar Pengamat Politik Universitas Airlangga, Suko Widodo, Selasa, 13 Agustus 2024.
Kemudian ia mengatakan perlu adanya islah lewat komunikasi politik yang clear untuk menyelesaikan konflik antara PBNU dan PKB. Apalagi, keduanya merupakan bagian instrumen dari kekuatan masyarakat yang bisa memberikan solusi terhadap pembangunan.
Baca Juga :
https://lampost.co/nasional/pbnu-sebut-konflik-dengan-pkb-masalah-keluarga/
“Kalau ini konflik terus terjadi. Krisis partai politik, dan itu tidak bagus bagi perkembangan demokrasi Indonesia. Harus ada komunikasi politik yang clear. Kalau masing-masing ngotot tidak akan mendapat apa-apa,” tegasnya.
Sementara itu, pengamat politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menilai PBNU dan PKB adalah dua entitas berbeda. Keduanya memiliki fungsi, peran, kewenangan, termasuk AD-ART yang berbeda pula sehingga tidak boleh saling intervensi.
”Kalau masalah politik biarkan PKB yang punya otoritas. Kalau kemasyarakatan ya NU. Tapi sekarang umat terbengkalai, elite PBNU sudah main politik sehingga campur aduk. Saya kritik PBNU karena saya sayang PBNU,” ungkap Ujang, kemarin.
Panitia Khusus
Kemudian Ujang menerangkan pembentukan panitia khusus atau Tim Lima oleh PBNU. Hal itu bertujuan untuk mengevaluasi dan bahkan mengambil alih PKB adalah suatu hal yang keliru. Menurutnya, PBNU seharusnya fokus terhadap masalah kemasyarakatan dan PKB berperan dalam hal politik.
”Saya tidak sepakat kalau ada ormas cawe-cawe atau intervensi kepada partai politik. Ormas dan parpol dari entitas berbeda,” katanya.
Sementara itu, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mengaku mendapat mandat dari Rais Aam PBNU Miftahul Akhyar untuk memperbaiki PKB. “Ya nanti kalau perlu kita undang Pak Muhaimin Iskandar (ketua umum PKB),” kata Yahya di Pondok Pesantren Miftachussunnah, Surabaya, kemarin.
Menurutnya, NU ingin mengupayakan agar ada perbaikan-perbaikan di dalam partai sehingga kembali pada desain awal. Dengan begitu, kepentingan-kepentingan para kiai dan warga NU yang menjadi konstituen partai dapat terakomodasi.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyebut PKB akan menggelar muktamar Bali pada 24-25 Agustus mendatang. Hal itu untuk menghindari upaya pengambilalihan dari pihak-pihak tertentu.
“Muktamar yang dipercepat juga bisa dijadikan agenda menghindari muktamar tandingan yang bisa saja muncul. Muktamar PKB yang diagendakan dipercepat juga bisa saja untuk menghindari sabotase,” ucap Dedi.