Bandar Lampung (Lampost.co) – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak akan segera berlangsung pada 27 November 2024. Setiap warga negara memiliki hak dan tanggungjawab untuk memilih pemimpin mereka melalui pesta demokrasi yang berkualitas.
Partisipasi aktif dari berbagai lapisan masyarakat menentukan suksesnya penyelenggaraan pilkada yang damai. Termasuk akademisi, yang memiliki peran sangat vital dalam memberikan informasi dan edukasi yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Namun sayangnya, peran akademisi terkadang terdistorsi dengan kepentingan kelompok maupun golongan.
Direktur Pusat Kajian Kesehatan Mental (Puskestal) Indonesia, Syukri Pulungan yang juga berprofesi sebagai akademis menyampaikan bahwa akademisi harus berdiri netral.
Baca Juga : https://lampost.co/hukum/polri-diminta-jaga-netralitas-dan-sukseskan-pilkada/
Kemudian ia berpendapat, akademisi dapat berkontribusi melalui penelitian yang bermanfaat bagi masyarakat. Dengan menggunakan metodologi dan kaidah-kaidah ilmiah yang tepat. Sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman masyarakat.
“Akademisi harus menyampaikan hasil penelitian melalui metodologi yang tepat. Ini sebagai upaya untuk mensejahterakan masyarakat dengan tidak melakukan fabrikasi data yang dapat menimbulkan kesalahpahaman kepada masyarakat”, ujar Syukri mengutip Media Indonesia, Selasa, 30 Juli 2024.
Sementara itu, dalam perbincangan saat bersama Erman Tale Daulay pada Podcast Bincang Tipis-tipis,belum lama ini. Syukri menyoroti dan mengkritik hasil rilis salah satu lembaga. Baru-baru ini yang menyatakan bahwa 95% masyarakat Tapanuli Selatan tidak puas dengan kepemimpinan Bupati Tapanuli Selatan (Tapsel).
“Saya rasa hasil survey yang menyatakan 95% masyarakat Tapanuli Selatan tidak puas dengan kepemimpinan Bupati Tapanuli Selatan. Tidak melalui metodologi yang tepat karena tidak menyebutkan indikator-indikator seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi dan lain sebagainya. Belum lagi sampel untuk mengambil data tidak mencerminkan sampel representatif yang mewakili masyarakat Tapanuli Selatan” tambahnya.
Riset
Lebih lanjut, aktivis kesehatan mental ini menyatakan bahwa idealnya sebuah riset yang melalui metodologi yang tepat. Maka gap antara hasil riset sebelumnya tidak akan terlalu jauh dan bertolak belakang. “Ketika penelitian dengan metodologi dan kaidah-kaidah ilmiah maka gap dengan hasil riset sebelumnya tidak akan terlalu jauh” ujarnya.
Kemudian, ia menyampaikan kekecewaannya terhadap framing media. Apalagi dengan menyatakan bahwa masyarakat Tapanuli Selatan tidak puas kepemimpinan Bupati Tapanuli Selatan. Karena menurutnya tidak menunjukkan kondisi sebenarnya.
“Riset itu tidak mencerminkan sampel representatif karena tidak mewakili 300.000 lebih masyarakat Tapanuli Selatan. Oleh karena itu akademisi harus berdiri ditengah dan jangan sampai terseret pada upaya penggiringan opini,” katanya.